KUPANG, BGNNEWS.CO.ID - Terdapat sebanyak 49 Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Nusa Tenggara Timur (NTT) dipulangkan dalam keadaan meninggal dunia.
Data ini dirilis oleh Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) NTT, sejak Januari hingga April 2025.
Mirisnya, dari jumlah tersebut, mayoritas merupakan PMI non prosedural (ilegal).
Hanya empat orang yang diketahui berangkat secara resmi melalui jalur legal, sementara sisanya berangkat tanpa dokumen resmi.
Ketua DPD I Jangkar Merah Putih (JMP) Provinsi NTT, Roy Nait mengaku prihatin dengan kondisi tersebut.
Untuk itu, ia minta pemerintah segera mengambil kebijakan strategis agar kejadian ini tidak kembali terulang.
"Kita sedih membaca berita ini. Banyak saudara kita yang pulang tinggal nama. Ini harus ditangani dengan serius, mulai dari pemerintah daerah, sampai pemerintah pusat," ujar Roy Nait kepada BGNNEWS.CO.ID saat diminta tanggapannya, Rabu (30/4/2025).
Disebutkan juga, hal ini sebenarnya sudah lama terjadi dan masyarakat NTT juga sudah terbiasa kerja ke luar negeri tanpa persetujuan pemerintah.
"Untuk itu kami minta bagaimana pemerintah memberi perhatian serius terhadap persoalan ini. Dan kondisi ini sudah terjadi bertahun-tahun dan berulang-ulang. Sehingga kami menganggap nyawa masyarakat NTT ini terlalu murah," katanya.
Mengapa dikatakan murah, karena terbukti kejadian seperti ini terkesan dianggap hal yang biasa saja. Sehingga kejadiannya berulang dan pemerintah tidak juga meresponnya dengan serius.
"Kita belum melihat respon pemerintah dengan serius. Kalau ini dibiarkan, pasti akan tetap terus terjadi," katanya.
Ditambahkan, bentuk perhatian pemerintah, bisa diberikan melalui kebijakannya dengan memberikan berbagai fasilitas kemudahan.
"Mengapa akhirnya mereka banyak yang pergi lewat jalur ilegal, mungkin birokrasinya sulit, dan biayanya mahal. Untuk itu, perlu kebijakan, agar birokrasi ini dipermudah dan biayanya ditekan lebih murah," sarannya.
Disamping itu, sambungnya, masyarakat juga diminta untuk tidak mudah tergoda dengan iming-iming yang menyesatkan. Sehingga memutuskan berangkat ke luar negeri dengan jalur ilegal.
"Kalau berangkatnya dengan jalur benar, relatif aman. Jadi, atas kejadian yang sudah terjadi, mari kita ambil pelajarannya, biar kedepan tidak terulang dan bisa lebih baik," tandasnya.
"Pentingnya edukasi dan pengawasan ketat bagi calon pekerja migran dari NTT," imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, terhadap korban yang meninggal dari NTT, korban terbanyak dari Kabupaten Ende sebanyak 11 orang, disusul Kabupaten Malaka 9 orang, serta Kabupaten Flores Timur sebanyak 8 orang.
Menurut catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada 2023, dalam lima tahun ke belakang sudah 2.793 korban perdagangan orang di NTT.
Mereka berasal dari lima kabupaten, yaitu Kupang, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Malaka, dan Flores Timur.
Faktor penyebab utama antara lain kemiskinan, minimnya akses pendidikan, serta lemahnya penegakan hukum di daerah.
Modus yang digunakan sindikat perdagangan orang semakin beragam, mulai dari memalsukan keperluan perjalanan hingga melibatkan jalur transit di beberapa kota besar seperti Batam dan Surabaya.
Para korban kemudian diberangkatkan ke negara tujuan seperti Malaysia, Singapura, dan Taiwan.
Dugaan keterlibatan aparat di sejumlah kasus menambah kompleksitas dalam upaya pemberantasan kejahatan ini. (ksi)