Indonesia Beruntung Miliki Serangga Penyerbuk, Pahlawan Dibalik Kejayaan Industri Sawit

Indonesia Beruntung Miliki Serangga Penyerbuk, Pahlawan Dibalik Kejayaan Industri Sawit
Serangga penyerbuk di sawit. (Foto istimewa)

Bogor, BGNNEWS.CO.ID - Industri kelapa sawit menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia dengan nilai produksi mencapai Rp440 triliun per tahun. Namun, sedikit yang menyadari bahwa pencapaian besar ini sangat bergantung pada jasa serangga penyerbuk.

''Kelapa sawit tanpa kehadiran serangga penyerbuk akan mengalami penurunan produksi hingga 70-80 persen,'' kata Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Prof Purnama Hidayat, belum lama ini.

Bahwa dari total nilai produksi sawit yang mencapai Rp440 triliun, sekitar Rp300 triliun berpotensi hilang jika serangga penyerbuk tidak hadir dalam ekosistem kebun sawit. Menurutnya, Indonesia beruntung memiliki kondisi ekologi yang mendukung keberadaan serangga penyerbuk alami.

Sebagai contoh, Malaysia bahkan harus mengimpor serangga bernama Elaeidobius kamerunicus dari Afrika untuk menjamin keberhasilan penyerbukan sawit. ''Karena asal tanaman kelapa sawit sendiri dari Afrika, serangganya pun dibawa dari sana,'' ucapnya.

Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa masyarakat kerap menganggap kehadiran serangga sebagai hal yang remeh. Padahal, serangga merupakan pekerja ekosistem yang sangat vital. 

''Jika tidak ada serangga, maka penyerbukan harus dilakukan secara manual, sebuah pekerjaan yang hampir mustahil mengingat jutaan hektar kebun sawit tersebar di seluruh Indonesia,'' paparnya.

Selain membahas peran penting serangga penyerbuk, Prof Purnama juga menyoroti potensi serangga sebagai sumber protein masa depan. Di beberapa negara seperti Thailand, Vietnam, dan Tiongkok, konsumsi serangga sudah menjadi bagian dari budaya. 

''Food and Agriculture Organization (FAO) bahkan telah menyatakan bahwa serangga adalah sumber protein paling murah dan efisien secara energi,'' katanya.

Dalam konteks pertanian berkelanjutan, penggunaan musuh alami sebagai pengendali hama juga mulai diadopsi oleh industri, seperti yang dilakukan oleh sebuah perusahaan gula tua di Lampung. Mereka berhasil menurunkan penggunaan insektisida hingga 80 persen melalui budi daya serangga predator. 

''Ini menunjukkan bahwa serangga tidak hanya penting bagi sawit, tetapi juga untuk menjaga keseimbangan ekosistem pertanian secara luas,'' ucapnya.

Prof Purnama mengajak semua pihak untuk lebih menghargai dan mengembangkan potensi serangga, baik sebagai penyerbuk, pengendali hayati, maupun sumber pangan masa depan. ''Mungkin saat ini kita menganggap makan serangga aneh, tapi 20-30 tahun lagi, bisa jadi itu hal biasa,'' ucapnya. (jdi/net)

 

Berita Lainnya

Index