Pekanbaru, BGNNEWS.CO.ID - Tak hanya perusahaan besar, petani sawit swadaya juga mulai mendapat perhatian terkait praktik mereka dalam menjaga lingkungan, khususnya dalam mengurangi pelepasan karbon ke atmosfer.
Hal ini menjadi perhatian dalam isu perubahan iklim, terutama terkait kontribusinya terhadap emisi gas rumah kaca. Pembukaan lahan sawit yang melibatkan deforestasi, terutama di kawasan gambut, menjadi salah satu sumber utama emisi karbon.
Lahan gambut diketahui menyimpan cadangan karbon dalam jumlah besar, dan ketika dikeringkan atau dibakar, cadangan ini terlepas ke udara dalam bentuk CO2. Hal ini menambah beban gas rumah kaca di atmosfer dan memperburuk krisis iklim.
Di tengah tantangan tersebut, petani sawit swadaya, terutama yang telah tersertifikasi dalam skema RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), terus didorong untuk menerapkan praktik ramah lingkungan.
Beberapa di antaranya meliputi penggunaan pupuk organik, pengelolaan limbah biomassa seperti pelepah dan tandan kosong, serta praktik agroforestri dan pengendalian hama secara hayati.
Organisasi petani sawit swadaya FORTASBI menilai bahwa kontribusi petani terhadap pengurangan emisi karbon sejauh ini belum banyak diakui secara luas. Padahal, praktik-praktik berkelanjutan yang telah mereka lakukan secara konsisten layak mendapat pengakuan sebagai bagian dari aksi nyata menyelamatkan iklim.
Sebagai bentuk upaya peningkatan kapasitas, FORTASBI menyelenggarakan workshop dan pelatihan Training of Trainers (ToT) di Pekanbaru, Riau, pekan ini. Kegiatan ini diikuti oleh petani swadaya perwakilan dari berbagai provinsi yang tergabung dalam jaringan FORTASBI.
Pelatihan menghadirkan narasumber dari WWF Indonesia, TUV Rheinland, serta pelatih dari CIFOR-ICRAF, lembaga riset kehutanan dan lingkungan yang telah lama bergerak di bidang konservasi.
Salah satu fokus pelatihan adalah edukasi tentang cara sederhana menghitung karbon dan mengenali sumber-sumber karbon di areal perkebunan dan lingkungan sekitar desa. FORTASBI menekankan pentingnya pemahaman ini agar petani tidak hanya menjadi pelaku, tetapi juga penggerak utama dalam upaya mitigasi perubahan iklim di tingkat tapak.
''Perubahan iklim tidak hanya berdampak secara global, tetapi juga sangat terasa di tingkat desa. Petani sawit swadaya harus diberi bekal agar memahami bagaimana mereka berkontribusi, bahkan dari praktik terkecil sekalipun,'' ujar perwakilan FORTASBI dikutip BGNNEWS.CO.ID dari laman Fortasbi, Selasa (3/6/2025).
Para peserta ToT juga diajak untuk langsung mempraktikkan pengukuran karbon di kebun sawit dan kebun campuran (agroforestri). Mereka dilatih mengenali di mana saja karbon tersimpan dan bagaimana proses pelepasan karbon bisa terjadi melalui aktivitas perkebunan. (jdi)