Kutim, BGNNEWS.CO.ID - Mengubah limbah cair kelapa sawit menjadi sumber energi terbarukan. Inilah yang dilakukan Bagian Sumber Daya Alam (SDA) Sekretariat Kabupaten Kutai Timur (Kutim), kemarin.
Kegiatan bertajuk Pemanfaatan Limbah Sawit Menjadi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) ini diikuti oleh PLN, pelajar, mahasiswa, dan pemerhati lingkungan.
Kegiatan ini bukan sekedar diskusi, melainkan wujud dari krisis yang membutuhkan solusi cerdas dan berkelanjutan. Kutim saat ini memiliki 141 desa, namun belum seluruhnya menikmati aliran listrik. Dari jumlah tersebut, 115 desa telah teraliri listrik PLN, tiga desa mengandalkan pembangkit listrik tenaga surya, dan satu desa memanfaatkan tenaga hidro mikro. Artinya, masih ada 22 desa yang belum tersentuh layanan dasar kelistrikan.
''Untuk 22 desa yang belum teraliri listrik, Pemkab Kutim memfasilitasi skema kerja sama antara PLN dan perusahaan sawit dengan memanfaatkan kelebihan daya listrik dari limbah cair sawit yang diubah menjadi biogas,:' ujar Kepala Bagian SDA Kutim Arif Nur Wahyuni.
Limbah yang biasanya dibuang dan berpotensi mencemari lingkungan, kini dilihat sebagai peluang. Apalagi Kutim memiliki area perkebunan sawit yang sangat luas, mendekati sejuta hektare. Potensi energi tersembunyi di dalam limbah cair (Palm Oil Mill Effluent/POME) ini tidak hanya mampu menghasilkan listrik, tetapi juga mendukung agenda transisi energi nasional yang digariskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2025.
Arif menjelaskan bahwa emisi gas metana yang dilepaskan dari limbah sawit selama ini menjadi kontributor efek gas rumah kaca. Bila dikelola dengan teknologi biodigester, metana bisa ditangkap dan digunakan sebagai bahan bakar pembangkit.
''Jika limbah cair ini tidak dikelola dengan baik, dampaknya besar terhadap atmosfer. Semantara pemerintah pusat kini membatasi energi fosil. Maka masa depan adalah energi hijau, salah satunya biogas sawit,'' tegasnya.
Tidak hanya memberi manfaat lingkungan, penggunaan bio gas dari limbah sawit ini juga memberikan efesiensi ekonomi. Perusahaan sawit bisa menekan biaya listrik internal, bahkan bahan bakar untuk kendaraan operasional harian.
Namun, jalan menuju energi bersih tidak selalu mulus. Tantangan teknis dan kebijakan masih membayangi. Joko Pratomo, Manager Biogas dan Power Plant dari PT PMM yang beroperasi di Kecamatan Sangkulirang, menjelaskan kompleksitasnya.
''Volume limbah dan organiknya sangat tinggi, sementara tidak semua pabrik memiliki akses teknologi pengolahan yang baik. Investasinya besar, dan keterbatasan SDM masih menjadi masalah utama,'' ungkap Joko.
Selain itu, persoalan lingkungan seperti potensi pencemaran air, bau tak sedap, dan perizinan turut memperberat beban perusahaan. Joko juga menyinggung hambatan dalam mendistribusikan energi biogas.
''Kalau energi dari biogas ingin dijual ke PLN, perlu jaringan listrik yang terhubung dan regulasi tarif yang mendukung. Sementara tidak semua pabrik dekat dengan jaringan nasional,'' tambahnya.
Tak hanya itu, pasca-fermentasi masih menyisakan residu berupa lumpur (Sludge) yang harus ditangani secara profesional. Lumpur ini bisa jadi pupuk atau kompos, tapi butuh penanganan teknis dan pengawasan laboratorium. Ini tak bisa asal-asalan. Kendati begitu, Joko melihat potensi besar dari energi alternatif ini. Jika dikelola dengan baik dan sistematis, industri sawit Kutim bisa menjadi pionir dalam energi hijau berbasis limbah sawit.
''Kita bisa menciptakan sistem ekonomi sirkular semakin relevan, seiring tuntutan pasar internasional terhadap praktik berkelanjutan dan sertifikasi lingkungan. Dengan demikian, pemanfaatan limbah bukan hanya solusi bagi Kutim, tetapi juga kontribusi nyata bagi masa depan energi Indonesia dan dunia,'' ungkapnya. (jdi/pro.kutaitimurkab.go.id)