JAKARTA, BGNNEWS.CO.ID – Persiapan Indonesia menghadapi Undang-Undang Anti Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation Regulation/EUDR) hanya tinggal 9 bulan lagi akan diimplementasikan. Soal ini, pelaku usaha sawit mengungkap sederet masalah terkait, terutama legalitas sawit rakyat.
''Perusahaan sawit berbasis ekspor sejatinya cukup mudah menghadapi EUDR. Karena perusahaan terbiasa mengekspor produknya sesuai ketentuan RSPO. Dan semua produk ekspornya berasal dari kebun inti yang sudah berlabel RSPO,'' kata Direktur Sinar Mas Agribusiness and Food Agus Purnomo, hari ini.
Menurutnya, masalahnya kalau ada permintaan naik, mau tidak mau harus dari pasokan kebun rakyat. Sedangkan STDB yang terdata saja saat ini baru 3 persen dari 2,6 juta ha lahan. Ini tentu jadi tantangan.
Di samping masalah itu, dia juga mengaku pihaknya kebingungan siapa koordinator lintas kementerian yang menangani aspek negosiasi, persiapan dan berbagai hal terkait EUDR.
''Apakah Kemenko Perekonomian atau Kemenko Pangan? Kata Kemenko di mereka sudah tidak ada. Kemenko Pangan hingga saat ini juga belum memanggil kami rapat,'' tanyanya.
Agus juga menyampaikan, masalah lainnya yang menjadi pertanyaan adalah siapa lembaga pemerintah yang menentuan peta acuan lahan. Hingga saat, ujar dia, masih belum jelas siapa penanggungjawab hal tersebut.
''Mengenai peta acuan apakah pohonnnya bebas deforestasi per 2020 akhir atau tidak? Apakah itu Kemenhut, BIG atau Kementan. Kemenhut di rapat 3 bulan lalu bilang ‘sebaiknya jangan kami’. Karena peta kawasan hutan dan konservasi kalau ada komoditi masuk jadi illegal. Itu tidak bisa menjadi produk yang layak untuk diekspor. Kementan langsung mengaku kalau data perusahaan sawit punya tapi kebun sawit rakyat mohon maaf,'' ungkapnya.
Selain peta acuan, Agus juga menyebut bahwa saat ini tidak jelas siapa yang akan menyiapkan legalitas pekebun sawit. menurutnya apakah Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian atau Kementerian ATR/BPN.
''Kan ada SHM, HGU, terus ada berbagai status hutan, hutan rakyat, hutan lindung, kalau di dalamnya ada komoditi pertanian, itu bisa langsung diberikan surat apakah secara administrasi itu mungkin?,'' ujarnya.
''Kalau larangan diberlakukan sangat ketat praktis berhenti jualan kita. Hilang dong penjualan 5 bilion dolar dari PE dan BK. Kita mencoba ulik, yang dilarang peta polygon, kalau koordinat bisa dong, saat ini tapi masih abu abu. Kalau peta izin, inti, HGU, SHM mungkin tidak boleh. Tapi kalau titik boleh dong, karena kita yang buat. Jadi ada kejelasan,'' bebernya. (bgn/sawitindonesia)