Singkil, BGNNEWS.CO.ID - Di ujung barat Indonesia, diantara gugusan pulau eksotis yang dikelilingi Samudera Hindia, sebuah komunitas kecil di Pulau Banyak Barat, Aceh Singkil, menorehkan jejak besar.
Komunitas Pulau Tuangku, yang digawangi oleh pemuda-pemuda dari Desa Haloban dan Asantola, berhasil mengolah limbah batok kelapa menjadi gantungan kunci berbentuk penyu, ikon konservasi laut dan mengirimkannya hingga ke Bali, Republik Ceko, dan tangan wisatawan mancanegara.
''Ini adalah pengiriman ketiga kami, dan yang paling banyak sejauh ini,'' ujar Alvi Rizaldi, Ketua Komunitas Pulau Tuangku, dengan mata berbinar di Haloban.
Alvi Rizaldi sangat bangga karena mampu membuktikan bahwa produk mereka diminati dan berkualitas. Lebih dari itu, ternyata 30 persen dari hasil penjualan gantungan kunci tersebut dihibahkan untuk mendukung kegiatan konservasi laut.
Gantungan kunci penyu itu bukan sekadar cendera mata. Ia merupakan harapan, kerja keras, dan kepedulian terhadap lingkungan. Dibuat dari limbah batok kelapa yang sebelumnya tak bernilai, produk ini kini menjadi medium yang menghubungkan semangat pelestarian lingkungan dengan pasar global.
Kesuksesan Komunitas Pulau Tuangku tak datang secara instan. Di baliknya, ada kerja kolektif dan semangat yang tak pernah padam.
Pada Kamis, 5 Juni 2025 yang lalu, lima orang pengurus komunitas menggelar aksi bersih-bersih pantai di Pulau Tabala. Mereka mengumpulkan sampah plastik, botol, hingga limbah organik yang mengotori pesisir.
“Kami tidak hanya ingin menciptakan produk, tapi juga memberi contoh konkret tentang pentingnya menjaga kebersihan laut,” ujar Alvi.
Selain memungut sampah, mereka juga mengedukasi warga sekitar soal dampak negatif pencemaran laut. Sebab mereka percaya, pelestarian alam harus dimulai dari kesadaran bersama. Kegiatan ini pun mendapat dukungan penuh dari Tuangku Tour, Orca02_transport, dan Yayasan Ecosystem Impact yang membantu memperkenalkan komunitas ini ke jaringan mitra lebih luas. “Tanpa kolaborasi, kami tak bisa sejauh ini,” tambah Alvi.
Irfan Nusir pemuda dari Desa Haloban menyampaikan bahwa menjadi bagian dari komunitas ini bukan sekadar aktivitas sukarela. “Kami ingin menunjukkan bahwa pemuda Pulau Tuangku mampu menjadi agen perubahan. Kami tidak hanya menikmati keindahan alam, tapi juga menjaga dan merawatnya,” katanya.
Ahmad Reza pemuda lainny dari Desa Asantola menambahkan bahwa komunitas ini adalah wadah pembelajaran. “Kami belajar arti kebersamaan dan kerja keras. Dengan bersatu, kita bisa melakukan hal-hal besar,” ujarnya.
Dari Pulau Kecil untuk Dunia Cerita Komunitas Pulau Tuangku adalah bukti bahwa dari pulau kecil, bisa lahir karya yang mendunia. Di tengah keterbatasan akses dan fasilitas, mereka memilih untuk berinovasi daripada menyerah.
Mereka mengubah masalah menjadi peluang, mengolah limbah menjadi karya, dan membangun kesadaran lingkungan melalui langkah nyata. Kini, gantungan kunci penyu karya mereka menjadi saksi perjalanan panjang dari pantai kecil di Aceh ke tangan wisatawan dunia. Dari limbah menjadi pesan cinta bagi laut. Salam lestari dari Pulau Tuangku. (jdi/acehnews.id)