Shinzo Abe dan Reorientasi Diplomasi Jepang: Kepemimpinan Proaktif di Tengah Konstelasi Global

Shinzo Abe dan Reorientasi Diplomasi Jepang: Kepemimpinan Proaktif di Tengah Konstelasi Global
Shinzo Abe saat berpidato di depan rakyat Jepang. (foto: NT News, 2022)

BGNNEWS.CO.ID – Terbang tenang dan tajam memandang, merupakan perwujudan Shinzo Abe sebagai konduktor dalam orkestra birokrasi Negeri Sakura. Dalam kancah internasional, ketenangannya adalah kekuatan membaca isyarat riuh politik sebelum membidik.

Diplomasinya yang strategis tetapi nasionalis merupakan manifestasi ambisi kakek dan ayahnya dalam mewujudkan kedaulatan konstitusi Jepang dengan memperhatikan dinamika global. Abe ingin mengembalikan Jepang, yang telah dikebiri secara militer akibat perang dunia, sebagai kekuatan politik yang diperhitungkan global, tetapi dengan mempertahankan poros keseimbangan kekuatan yang ada. 

Meski berasal dari keluarga teknokrat, jejak politiknya bukanlah warisan, tetapi hasil perjuangan bertahan di tengah pergolakan politik. Pengalaman sebagai Menteri Luar Negeri, kegagalan jabatan pertama di tahun 2006–2007, dan kemunduran pengaruh LDP (Liberal Democratic Party) – menjadi bekal kekuatan Abe hingga kini tercatat sebagai Perdana Menteri terlama Jepang, yakni 2012–2020.

Shinzo Abe dalam Pusaran Dinamika Global

Jepang sangat bergantung pada isyarat nonverbal untuk menyampaikan pesan, niat, perasaan, dan informasi (Snow, 2022). Hal ini menjadi kelemahan Jepang dalam berdiplomasi di kancah internasional. Namun, setelah Abe menjabat sebagai Perdana Menteri, ia justru mendorong Jepang untuk berkontribusi secara proaktif terhadap perdamaian dan stabilitas komunitas internasional. 

Abe juga kerap dikenal sebagai pemimpin yang menggunakan pendekatan “bully pulpit”, kewenangan yang dimiliki seorang pemimpin untuk memengaruhi opini publik melalui komunikasi, dalam membangun hubungan diplomasi dengan negara lain.

Gaya kepemimpinan dan diplomasi Abe yang khas ditunjukkan dengan berbagai inisiatif, mulai dari pembentukan strategi kebijakan Free and Open Indo-Pacific (FOIP) hingga aktif membuka dialog dengan Korea Utara, China, dan Rusia yang memiliki persoalan perbatasan dengan Jepang. 

Selain itu, ia berperan sebagai mediator ketika terjadi ketegangan antara AS dengan Iran, bahkan berperan besar pada pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 (Kompas, 2022).

Di antara serangkaian inisiatif tersebut, Comprehensive and Progressive for Trans Pacific Partnership (CPTPP) menjadi manifestasi paling signifikan dari masa kepemimpinan Abe. Setelah AS menyatakan mundur dari Trans Pacific Partnership (TPP) pada 2017 dan menciptakan kekosongan kepemimpinan, Jepang memegang posisi strategis dalam mempertahankan keberlanjutan perjanjian TPP. 

Abe melihat kondisi tersebut sebagai peluang dengan mengambil alih kepemimpinan karena baginya TPP bukan hanya sekadar perjanjian pasar, melainkan bagian dari strategi geoekonomi demi menjaga tatanan arus perdagangan bebas, mengurangi tarif standar tinggi, dan membentuk sistem aturan internasional di kawasan Indo-Pasifik. 

Dalam hal ini, Abe mengambil langkah strategis untuk meyakinkan 10 negara anggota lainnya dengan melakukan proses negosiasi untuk tetap mempertahankan TPP. Langkah utama yang dilakukan Abe adalah Ia aktif mengadakan pertemuan dengan para menteri dari negara anggota TPP lainnya. 

Pertemuan pertama dilakukan pada tanggal 2 dan 3 Mei di Toronto, Ontario, dan kemudian di sela-sela pertemuan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) pada tanggal 21 Mei untuk mengkonsolidasikan komitmen politik dari 11 negara anggota TPP yang masih bertahan dan membahas langkah TPP selanjutnya pasca keluarnya AS dari TPP (Government of Canada, 2023). 

Pertemuan antarmenteri dilakukan secara konsisten yang didorong oleh Jepang di bawah pemerintah Abe sampai akhirnya mencapai kesepakatan untuk tetap mempertahankan TPP, tetapi dengan langkah korektif berupa penangguhan beberapa ketentuan, terutama pada Hak Kekayaan Intelektual (HKI), yang dianggap memberatkan 11 negara anggota TPP yang sebelumnya diinisiasi oleh AS (Gleeson, dkk., 2025). 

Di samping itu, Abe mengadakan pertemuan dengan Presiden AS, Donald Trump, dengan harapan AS akan meninjau ulang keputusannya dan kembali bergabung ke TPP (Takashi, 2018). Namun, dengan berbagai upaya yang dilakukan oleh Abe, AS tetap menolak hingga periode setelahnya. 

Kemudian, pada 2018, TPP berubah nama menjadi Comprehensive and Progressive for Trans Pacific Partnership (CPTPP) dan melakukan finalisasi serta pengesahan perjanjian yang telah direvisi agar lebih menyesuaikan 11 negara anggota yang ada.

Analisis Gaya Kepemimpinan: Situasional dan Kolaboratif

Visi diplomasi Abe adalah menciptakan koalisi untuk mendukung kondisi perekonomian Jepang yang minim sumber daya sehingga perlu aturan berbasis tatanan global dalam mendorong perdagangan bebas melalui kepemimpinan kolaborasi dan bertindak secara nyata. 

Berbeda dengan pendahulunya, Abe memiliki daya tawar karisma pribadi dalam mendorong visi dan menciptakan reputasi Jepang yang baru sebagai negara proaktif yang berorientasi pada keamanan dan kestabilan. Melalui forum internasional dan jejaring eksternal, Abe mengoptimalkan keuntungan dalam satu perjanjian untuk memfasilitasi keuntungan yang sama di perjanjian lain. 

Gaya diplomasinya mendorong negara lain untuk berkomitmen dan mempercayai bahwa mereka tetap bergerak pada tujuan, seperti ketika daya tarik CPTPP yang turun akibat keluarnya AS, tetapi Abe dengan sigap berdiplomasi pada negara yang tersisa sehingga ratifikasi CPTPP bisa terwujud. Ia menyatukan berbagai kepentingan dalam wujud kerangka ekonomi yang mengedepankan partisipasi anggotanya.

Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah gaya suportif. Kepemimpinan efektif perlu menyeimbangkan gaya direktif dan suportif sambil memenuhi kebutuhan pengikutnya secara berbeda agar tetap berkomitmen pada tujuan. 

Di domestik, Abe memakai pendekatan partisipatif yang menekan konsultasi dan koordinasi dengan lintas instansi. Evaluasi dari perjanjian sebelumnya seperti AFTA adalah kepentingan dari lintas instansi seringkali bertabrakan karena koordinasinya yang cenderung vertikal sehingga sarat akan ego sektoral. 

Administrasi Abe kini menciptakan sistem tersentralisasi yang melibatkan berbagai kementerian sebagai anggota pendukung. Abe melihat bahwa pengikutnya memiliki komitmen dan kompetensi tetapi koordinasi cenderung terfragmentasi sehingga Ia menciptakan lingkungan yang mana para anggota bisa saling berkonsultasi dan berkolaborasi, tetapi tetap dalam kerangka yang hirarkis. 

Kemudahan koordinasi ini juga mengurangi resistensi agrikulturis – yang memiliki kompetensi, tetapi kurang komitmen dalam mendukung kebijakan CPTPP – dengan Kementerian Keuangan dan Pertanian mengkalkulasikan anggaran untuk meningkatkan daya saing para petani.

Di balik gaya kepemimpinan Abe yang memberikan warna baru bagi Jepang, akhir hidup Abe justru berakhir dengan tragis. Ia tewas ditembak oleh Tetsuya Yamagami saat menyampaikan pidato kampanye politiknya di Nara pada tahun 2022. 

Motif dibalik penembakan yang terjadi adalah karena dendam pribadi Yamagami atas promosi Unification Church yang dilakukan oleh Abe sehingga mengakibatkan kebangkrutan ibu dan keluarganya (Ng, 2025). 

Tragedi ini mengejutkan warga Jepang terutama karena Abe dikenal sebagai sosok pemimpin yang mendorong dialog, kerja sama, dan stabilitas politik nasional. 

Pada akhirnya, tragedi kematian Abe menegaskan ironi pahit bahwa seorang tokoh yang berdiplomasi demi perdamaian justru menjadi korban kekerasan yang berakar pada kebencian. (Delvia Nayyara dan Iffah Nanda Sukendra, Universitas Indonesia, Desember 2025)

Daftar Pustaka

Aziz, M.N. (2019), “Strategi Jepang Dalam Mempertahankan Negosiasi Perjanjian Kerjasama Comprehensive And Progressive Agreement For Trans Pacific Partnership Tahun 2017–2018”, Universitas Islam Indonesia.  

Anwar, L. (2022, July 9), “Shinzo Abe, Sang Nasionalis Tegas Yang Lentur Berdiplomasi”, Kompas.id.

Canada, G.A. (2023, August 25), “View The Timeline”, Government of Canada.

Carnegie, D. (2025, November 17), “Episode #299: Remembering Ex-Pm Shinzo Abe As A Communicator”, Dale Carnegie Tokyo Japan. 

Envall, H.D.P. (2011), “Abe's Fall: Leadership And Expectations In Japanese Politics”, Asian Journal of Political Science.

Gleeson, D., Lexchin, J., Tenni, B., & Labonté, R. (2025), “An Opportunity To Remove Harmful Intellectual Property Provisions From The Comprehensive And Progressive Agreement For Trans-Pacific Partnership”, Health Economics, Policy and Law, 1–8.

Goddard, T. (n.d.), “Bully Pulpit”, Political Dictionary. 

Goodman, M. (2022, July 8), “Shinzo Abe’s Legacy As Champion Of The Global Economic Order”, CSIS.

Hein, P. (2015), “Leadership And Nationalism: Assessing Shinzo Abe. Asian Nationalisms Reconsidered”, 99–107.

Kingston, J. (2016), “Asian Nationalisms Considered”, Routledge. 

Kompas, R. (2022, July 9), “Penyokong Kemanusiaan Itu Pun Direnggut”.

Mulgan, A.G. (2013, July 9), “Japan’s Entry Into The Trans-Pacific Partnership Domestic Priorities And Regional Dynamics”, The National Bureau of Asian Research (NBR).

Ng, K. (2025, December 5), “Shinzo Abe: Man Who Killed Ex-Japan PM Apologises To His Family”, BBC News.

Northouse, P. G. (2019), “Leadership: Theory And Practice (8th ed.)”, SAGE Publications, Inc. 

Snow, Nancy. (2022), “A Reliable Friend And Strategic Partner In The Indo-Pacific Region: Japan's Strategic Communications And Public Diplomacy”, SSRN. 

Suzuki, K. (2022, July 18), “How Shinzo Abe Left A Legacy For Japan In Geoeconomics”, Institute of Geoeconomics (IOG).

Takashi, T. (2018, February 19), “How And Why Japan Has Saved The TPP: From Trump Tower To Davos”, The Asan Forum. 

Terada, T. (2023), “Politics On TPP And CPTPP. Critical Review Of The Abe Administration, 114–137”.

Ward, R. (2022, July 8), “Abe Shinzo: The Legacy Of One Of Japan’s Most Consequential Post-War Prime Ministers”, Institute for Strategic Studies (IISS). 

Yukl, G. (2013), “Leadership In Organizations (8th ed.)”, Pearson.  

Zhang, Y. (2017), “Shinzo Abe’s Personality And Foreign Policy Preferences. Foreign Affairs Review, 6, 105–131”.

Berita Lainnya

Index