Ende, BGNNEWS.CO.ID - Rahman Tukan Hanafi, pemuda tangguh dari Desa Wewit di Adonara, Kabupaten Flores Timur berhasil menyandang gelar Duta Muda Pertanian 2025 Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Tak hanya menjadi 50 finalis nasional, Rahman juga menyabet gelar Peserta Favorit, mengalahkan ratusan peserta dari seluruh Indonesia.
''Awalnya ada 615 peserta. Setelah seleksi administrasi, tersisa 90 orang, lalu kami presentasi via Zoom. Dari NTT, hanya saya dan satu teman dari Bajawa yang lolos ke grand final di Bogor,'' kata Rahman, Jumat (2/5/2025).
Di Desa Wewit, akses internet nyaris tak tersedia. Namun Rahman tak menyerah. Usahanya dimulai empat tahun lalu, berbekal semangat dan potensi lokal: kelapa.
Melalui brand Fonara, Rahman mengembangkan berbagai produk dari kelapa, mulai dari minyak goreng kelapa, virgin coconut oil (VCO), nata de coco, kecap kelapa, hingga produk cocopit dan cocofiber dari serabut kelapa. Strategi bisnis berbasis nol limbah (zero waste) inilah yang membuat juri terkesan.
Menurutnya, dari satu pohon kelapa bisa menghasilkan banyak produk. Itu pohon ajaib. Semua bagiannya bisa digunakan.
Bahkan, brand besar seperti Jafara telah menjadi mitra yang memasarkan produk kelapa dari Fonara. Kini, Rahman siap menjalankan peran barunya sebagai duta muda pertanian. Tugas pertama: melapor ke instansi-instansi pertanian, termasuk Dinas Pertanian Provinsi NTT dan BBPP.
Namun tugas utamanya lebih besar: menginspirasi generasi muda desa untuk kembali mencintai pertanian.
''Saya ingin tunjukkan bahwa bertani itu keren. Kita harus ubah pola pikir. Kalau petani bisa sekolahkan anak jadi sarjana, kenapa sarjana tidak bisa jadi petani?'' ucapnya.
Ia juga dijadwalkan menjadi pembicara di forum nasional bertema kelapa di Kalimantan, di hadapan para bupati se-Kalimantan.
Rahman yakin pertanian adalah masa depan, terutama pasca-pandemi, ketika kesadaran terhadap produk sehat dan lokal semakin meningkat.
Baginya, pertanian bukan sekadar profesi, tapi panggilan untuk membangun desa dan bangsa. Rahman telah membuktikan: dari desa kecil tanpa internet, inovasi bisa lahir, dan Indonesia Timur pun bisa bersinar di pentas nasional. (jdi/rri)