Fenomena Pelari Kalcer di Pekanbaru: Olahraga Sehat atau Sekadar Gaya?

Fenomena Pelari Kalcer di Pekanbaru: Olahraga Sehat atau Sekadar Gaya?
Kelompok 'Pelari Kalcer saat olah raga pagi di Jalan Diponegoro, Pekanbaru, Sabtu (18/10) pagi. (foto bgnnews/antonius)

Pekanbaru, BGNEWS.CO.ID - Akhir-akhir ini, media sosial khususnya TikTok tengah ramai berita mengenai ''Pelari Kalcer''. Istilah kalcer sendiri merupakan plesetan dari kata culture atau budaya.

Jika dimasukkan ke dalam konteks dunia lari, kata kalcer tersebut merujuk pada gaya hidup dan kebiasaan atau habit yang berkembang di kalangan individu maupun komunitas pelari. ''Pelari Kalcer'' menggambarkan individu ataupun kelompok yang tidak hanya menekankan kemampuan olahraga lari, tetapi juga menunjukkan sorotan besar terhadap aspek penampilan, seperti pemilihan pakaian dan perlengkapan lari yang memadai dari segi merek.

Fenomena ini semakin terkenal setelah konten kreator Sastra Silalahi merilis lagu berjudul ''Pelari Kalcer'' di platform Spotify dan TikTok. Media sosial berperan signifikan dalam mempopulerkan fenomena tersebut. Kemudahan dalam menjalankan aktivitas lari, yang ditampilkan dengan gaya pakaian sporty dan trendy melalui unggahan para pelari, membuat daya tarik bagi masyarakat luas untuk mengadopsi tren positif ini.

Fenomena ''Pelari Kalcer'' kini berkembang pesat hingga terlihat di berbagai kota besar, termasuk Pekanbaru. Suasana sore hari terasa hidup dan penuh energi. Masyarakat ramai menggandrungi olahraga lari, ditandai dengan kemunculan komunitas seperti LibuRUN, AnakTikum, WKWKRunningClub, TrailRunnersPKU, dan banyak lainnya. Komunitas-komunitas ini mendorong masyarakat menjalani pola hidup aktif, memberikan pengalaman, pelatihan, serta dukungan sosial bagi anggotanya.

Namun, muncul pertanyaan: apakah mereka berlari untuk kesehatan atau hanya sekadar gaya-gayaan?

Fernando Hutauruk, seorang pelari aktif yang rutin berolahraga di sekitar Jalan Diponegoro Pekanbaru saat diwawancara BGNNEWS.CO.ID, Sabtu (17/10/25) mengungkap, perspektif mendalam mengenai fenomena ''Pelari Kalcer''. Istilah ini, menurutnya, merujuk pada individu yang lebih mengutamakan penampilan, gaya, serta atribut lari dibandingkan performa atau teknik berlari.

''Atribut lari yang wajib banget dipakai bagi seorang Pelari Kalcer pertama topi model jaring... sepatunya wajib plate carbon... kalau outfitnya sudah seperti itu berarti sudah fiks mereka itu adalah Pelari Kalcer,'' ujar Fernando, menjelaskan detail perlengkapan seperti kacamata Oakley, TWS Shokz, jam Garmin, baju Satisfy, hingga sepatu Asics atau Adidas Evo SL.

Menurut Fernando, motivasi utama fenomena ini adalah mengikuti tren, mencari eksistensi di media sosial melalui foto-foto stylish, serta memanfaatkan event lari yang menyediakan fotografer gratis. Pekanbaru sendiri tengah ramai mengadakan event seperti Riau Bhayangkara Run 2025 (13 Juli), Universitas Lancang Kuning Run 2025 (24 Agustus), President University Run 2025 (21 September), Mall SKA Run 2025 (5 Oktober), hingga Roesmin Nurjadin Fighter Run 2025 (12 Oktober), menunjukkan tingginya antusias masyarakat terhadap olahraga lari.

Terlepas dari pro dan kontra, fenomena Pelari Kalcer membawa dampak positif, yaitu mempopulerkan olahraga lari dan meningkatkan kesadaran hidup sehat. Namun, ada pula dampak negatif berupa stigma bahwa lari hanyalah ajang pamer dengan pakaian sporty berkelas. Persepsi ini dapat menciptakan hambatan psikologis bagi sebagian masyarakat yang menganggap hobi lari sebagai aktivitas elit dan mahal.

Secara umum, meskipun terdapat kritik terhadap aspek konsumerisme, fenomena ''Pelari Kalcer'' dinilai lebih mengarah kepada hal positif karena berhasil mendorong banyak orang memulai gaya hidup sehat melalui olahraga lari. (ton/bgnnews)

Berita Lainnya

Index