Industri Tembakau, Bisnis yang Harus Dilindungi dari Intervensi Kepentingan Asing

Industri Tembakau, Bisnis yang Harus Dilindungi dari Intervensi Kepentingan Asing
Ilustrasi perkebunan tembakau. (Foto istimewa)

JAKARTA,BGNNEWS.CO.ID - Industri tembakau mencakup berbagai tahapan, mulai dari budidaya tembakau hingga produksi berbagai produk olahan seperti rokok dan kelengkapannya. Dan industri tembakau di Indonesia merupakan industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja.

Industri padat karya memiliki peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi 8%. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor industri ini menyerap 13,8% dari total tenaga kerja di Indonesia. Kontribusi besar ini didorong oleh industri pengolahan, yang menyumbang 18,9% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Lamhot Sinaga menilai, jika penyeragaman kemasan rokok diterapkan maka ada elemen industri pendukung yang hilang dari rantai besar industri tembakau yang menyerap banyak tenaga kerja di Indonesia.

Fakta menunjukkan industri tembakau Indonesia menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja dalam rantai nilai yang panjang, mulai dari petani, buruh pabrik, pedagang, hingga pelaku industri kreatif.

Aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang bersumber dari Framework Convention on Tobacco Control atau FCTC justru akan memukul seluruh mata rantai ini dan berpotensi memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di tengah kondisi ekonomi yang masih rentan. ''Industri ini memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian negara,'' kata Lamhot dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, baru-baru ini.

Indonesia, tidak meratifikasi dan telah konsisten menolak FCTC karena mengancam industri tembakau nasional. Karena itu, dia keberatan soal Rancangan Permenkes tentang penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.

Lamhot mengingatkan bahwa industri tembakau termasuk dalam salah satu industri asli Indonesia yang umurnya sangat panjang dan harus dilindungi dari intervensi kepentingan asing. Terutama kaitannya dengan campur tangan dalam kebijakan nasional, yang dapat mengancam kedaulatan negara.

Indonesia sebagai negara berdaulat memiliki hak penuh untuk menentukan kebijakan pengendalian tembakau sesuai kondisi nasional, tanpa tekanan dari kepentingan asing. Segala bentuk konvensi internasional seperti FCTC harus melalui proses persetujuan DPR.

Lamhot menyatakan ketidaksepakatan jika Indonesia berkiblat pada FCTC. Terlebih lagi, Indonesia sebagai negara berdaulat dan pemerintahan Prabowo telah menetapkan Asta Cita yang memiliki aturan sendiri, menyesuaikan dengan kondisi lokal.

Dia menambahkan, Indonesia membutuhkan kebijakan pengendalian tembakau yang bijak, yang menyeimbangkan segala aspek, termasuk perlindungan terhadap industri nasional dan lapangan kerja. (jun/investor.id)

 

 

Berita Lainnya

Index