PEKANBARU, BGNNEWS.CO.ID - Saat konferensi Internasional Conference Oil Pulm and Environment (ICOPE 2025) di Bali, para ahli kelapa sawit dari berbagai negara membahas pentingnya sistem tumpang sari pada perkebunan kepala sawit.
Yusuf Syifa Alvanda SP seorang agronom dari Universitas Islam Riau yang menanggapi hal ini mengungkapkan, potensi budidaya kopi di lahan kelapa sawit sebagai peluang untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani Riau.
Menurut Yusuf, sistem tumpang sari kopi dapat menjadi solusi bagi petani sawit untuk memaksimalkan pendapatan dari setiap jengkal lahan mereka.
''Kopi jenis Robusta dan Liberika memiliki ketahanan baik terhadap kondisi cahaya terbatas di bawah kanopi kelapa sawit, terutama pada pohon sawit berumur 3-12 tahun. Tentunya ini potensi pendapatan yang baik untuk petani sawit,'' ujarnya kepada bgnnews.co.id, Sabtu (1/3/2025).
Meski berpotensi, Yusuf menekankan adanya tantangan dalam penerapannya. Yakni seperti masa tunggu 2,5 - 3 tahun sebelum tanaman kopi mulai berbuah. Selain itu, diperlukan pemangkasan teratur, pengendalian hama terpadu, dan pemupukan spesifik untuk menjaga kualitas buah.
"Jika menanam kopi tentunya waktu tunggu panen juga lumayan lama dan tanaman kopi ini perlu adanya perlakuan khusus dalam perawatannya,"kata Yusuf.
Penelitian Yusuf juga mengungkap bahwa kopi yang tumbuh di bawah naungan sawit memiliki karakteristik rasa yang khas, karena intensitas cahaya yang lebih rendah memengaruhi pembentukan senyawa dalam biji kopi.
''Tanaman kopi tahan terhadap kondisi cahaya yang minim dan ini juga berpengaruh pada karakteristik buah kopi itu sendiri,'' lanjutnya.
Lebih lanjut, Yusuf mengatakan untuk kesuksesan implementasi, diperlukan pendekatan spesifik lokasi serta dukungan pemerintah terkait pendanaan, edukasi, dan jaminan pemasaran pasca panen. "Semua harus bersinergi untuk mewujudkan itu," ungkap Yusuf. (ade/bgn)