Dosen ITS Berhasil Ciptakan Alat untuk Mendeteksi Penyakit BSR pada Sawit

Dosen ITS Berhasil Ciptakan Alat untuk Mendeteksi Penyakit BSR pada Sawit
Unia coba Teknologi Radar Non-Kontak. (foto istimewa)

Surabaya, BGNNEWS.CO.ID - Seorang dosen muda dari Departemen Teknik Biomedik Institut Teknologi 10 November (ITS) Surabaya, Rezki El Arif ST MT PhD berhasil ciptakan alat untuk mendeteksi pembusukan batang bawah atau penyakit basal stem rot (BSR) pada batang sawit. Hal ini tentu saja menjadi kabar baik buat para petani sawit.

Seperti diketahui pembusukan batang bawah disebabkan oleh jamur ganoderma mampu menurunkan produktivitas tanaman sawit. Hal ini menjadi salah satu masalah serius dalam industri perkebunan dan pengolahan kelapa sawit nasional.

Disebut menjadi masalah nasional karena keberadaan penyakit tersebut sulit dideteksi, sekaligus mampu menurunkan produktivitas sawit. Atau bahkan berpotensi berujung pada kematian tanaman kelapa sawit itu sendiri.

Namun bahaya dari penyakit BSR tersebut mungkin tidak lama lagi bakal bisa diatasi seiring dengan kemajuan teknologi penanganan penyakit yang ada di dalam tubuh tanaman sawit.

Salah satu kemajuan teknologi yang muncul belakangan ini, seperti dikutip, Senin (25/8/2025), adalah berhasil diciptakannya teknologi radar non-kontak untuk mendeteksi infeksi jamur, termasuk penyakit BSR, pada tanaman sawit.

Teknologi radar non-kontak tersebut merupakan hasil temuan dari Rezki El Arif ST MT PhD. Rezki El Arif tidak sendirian dalam mengerjakan teknologi radar non-deteksi itu. Ia ditemani oleh para peneliti dari Fakultas Teknologi Elektro dan Informatika Cerdas (FT-EIC) ITS Surabaya.

Kemudian didukung pula oleh para peneliti dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan Unit Marihat, dan para peneliti dari Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang, dan didanai oleh Grant Riset Sawit (GRS) yang dikucurkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).

Apa yang telah dilakukan Rezki El Arif tersebut harus diakui telah mampu mendorong kemajuan riset multidisiplin di lingkungan FT-EIC ITS Surabaya.

Ide menciptakan teknologi radar non-kontak tersebut sesungguhnya telah disampaikan sejak dua tahun yang lalu, yaitu pada tahun 2023. Hal ini juga didasari pada fakta penyakit pembusukan batang bawah karena ganoderma itu telah menjadi salah satu masalah serius dalam industri kelapa sawit nasional.

Riset yang dilakukan Rezki El Arif itu sangat menarik karena pendekatannya yang unik dengan cara menggunakan radar non-kontak untuk mendeteksi infeksi jamur, sekaligus juga karena semangat kolaboratif yang ada di dalam tubuh tim peneliti.

Pendanaan GRS dari BPDP untuk penciptaan radar non-kontak itu berlangsung dua tahun dan bakal berakhir di tahun 2025 ini. Pada tahun pertama, tim berhasil merampungkan desain dan prototipe alat radar. Kini, mereka tengah memasuki fase krusial pengumpulan dataset di berbagai kebun sawit di Indonesia, mulai dari Pulau Sumatera hingga Kalimantan.

Kendala terbesar selama riset bukan terletak pada teknis radar, namun justru pada akses lokasi. Sebagian besar kebun sawit berada di wilayah terpencil yang hanya dapat dicapai dengan perjalanan panjang lintas darat.

Meski begitu, semangat riset tidak surut. ''Salah satu indikator kesuksesan GRS memang adalah realisasi nyata di lapangan,'' ujar Rezki El Arif. (jdi/mdp)

Berita Lainnya

Index