BRIN: Program PSR untuk Tingkatkan Produktivitas Sawit

BRIN: Program PSR untuk Tingkatkan Produktivitas Sawit
Ilustrasi peremajaan sawit rakyat. (foto istimewa)

Jakarta, BGNNEWS.CO.ID - Berbagai kajian ilmiah terus dilakukan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit. Diantaranya dengan program peremajaan sawit rakyat dan akselerasi.

''Diketahui Indonesia sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, industri kelapa sawit Indonesia telah menyediakan lapangan pekerjaan sebesar 16 juta tenaga kerja baik secara langsung maupun tidak langsung,'' kata Kepala Pusat Riset Tanaman Perkebunan, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Setiari Marwanto yang dikutip pada Rabu (20/8/2025).

Menurutnya, komoditas perkebunan merupakan andalan bagi pendapatan nasional dan devisa negara dimana nilai ekspor Crude Palm Oil (CPO) terakhir telah mencapai angka lebih dari angka 460 triliun rupiah. 

Kontribusi sub sektor perkebunan terhadap perekonomian nasional terus meningkat dan memperkuat pembangunan perkebunan kelapa sawit secara menyeluruh. Namun demikian kita dihadapkan pada kondisi penurunan produktivitas maupun akhir siklus produksi kelapa sawit 25 tahunan untuk sebagian besar perkebunan kelapa sawit eksisting di Indonesia.  Hal ini memerlukan upaya khusus dimana pemerintah meluncurkan program PSR yaitu Peremajaan Sawit Rakyat yang dimulai tahun 2017 lalu. 

''PSR merupakan program untuk membantu rakyat memperbaharui perkebunan kelapa sawit mereka dengan kelapa sawit yang lebih berkelanjutan dan berkualitas serta mengurangi resiko pembukaan lahan ilegal,'' jelasnya.

Sementara itu Sukarman Peneliti Ahli Utama, Pusat Riset Tanaman Perkebunan ORPP BRIN dalam risetnya berjudul Perkembangan Program Peremajaan Sawit Rakyat menyampaikan, bahwa Indonesia adalah produsen kelapa sawit nomor satu di dunia. ''Minyak kelapa sawit adalah salah satu komoditas perkebunan andalan perekonomian Indonesia dan memiliki peran besar pada ekspor non migas, penyerapan tenaga kerja, dan pendapatan domestik bruto,'' terangnya. 

''Sebagian besar minyak kelapa sawit dan turunannya berhasil diekspor dengan kontribusi tingkat volume mencapai 83,92% dan nilai ekspornya 66,80% terhadap total ekspor komoditas perkebunan. Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2020 mencapai 16,38 juta hektar yang meliputi 55,76 persennya Perkebunan Besar Swasta (PBS), 40,41 persen merupakan Perkebunan Rakyat (PR) dan  sisanya 3,83 persen merupakan Perkebunan Besar Negara (PBN),'' rinci Sukarman.

Salah satu permasalahan perkebunan sawit rakyat adalah tingkat produktivitas yang lebih rendah. Secara nasional, rata-rata produktivitas sawit rakyat hanya mencapai 3,44 ton/ hektar/tahun, sedangkan produktivitas PBS dan PBN masing-masing 4,04 ton /hektar/tahun dan 4,23 ton/hektar/tahun. 

''Rendahnya produktivitas perkebunan sawit rakyat disebabkan karena tanaman sudah tua dan rusak, selain itu banyak menggunakan benih bukan unggul dan tidak bersertifikat, kurangnya pengelolaan kebun termasuk penggunaan pupuk  yang masih kurang sesuai dengan kebutuhan karena harga pupuk masih dianggap mahal,  sehingga produktivitasnya rendah,'' tutur Sukarman.

Sukarman menjelaskan diperlukan upaya peremajaan terhadap kebun kelapa sawit rakyat  yang tidak produktif seperti Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Sejak tahun 2017 pemerintah melaksanakan Program PSR sebagai upaya Pemerintah membantu dan mendorong peremajaan sawit rakyat. Program PSR merupakan implementasi dari amanat UU No 39 tahun 2014 tentang Perkebunan. 

Adapun tujuan dilakukannya PSR adalah untuk meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat, meningkatkan daya saing dan mengatasi tantangan internasional berupa pembangunan yang ramah lingkungan. PSR juga merupakan program untuk membantu perkebunan rakyat yaitu memperbaharui kebun menjadi perkebunan yang lebih berkelanjutan dan berkualitas, dan mengurangi risiko pembukaan lahan illegal. Untuk memenuhi hal tersebut diperlukan empat unsur yang harus dipenuhi, yakni : Legal, Produktivitas, Sertifikasi ISPO, dan Prinsip Sustainabilitas.

Program PSR dimulai pada tahun 2017 dengan pendanaan yang bersumber dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP). BPDP ditugaskan untuk menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana perkebunan kelapa sawit untuk meningkatkan kinerja sektor perkebunan dan industri sawit Indonesia. Penyaluran dana perkebunan kelapa sawit didasarkan pada Perpres No. 61/2015 jo. Perpres No.66/2018 yang di antaranya adalah untuk peremajaan perkebunan kelapa sawit. 

Program ini ditujukan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi seperti kurangnya akses petani kelapa sawit terhadap bibit yang baik (bersertifikat), kurangnya biaya untuk melakukan penanaman kembali, kurangnya kemampuan petani akan Good Agricultural Practices (GAP), kurangnya kepastian hukum atas penguasaan lahan, dan rendahnya harga sawit yang diterima.

Sukarman menambahkan beberapa masalah terkait rendahnya capaian PSR diantaranya lambatnya proses administrasi, lambatnya verifikasi data pekebun dan lamanya memperoleh bibit bersertifikat, terkait legalitas lahan yang belum Sertifikat Hak Milik (SHM), lahan terindikasi dalam Kawasan Hutan, kebun masih produktif menurunkan minat pekebun, hilangnya pendapatan petani saat masa peremajaan kebun dan pekebun masih memiliki pinjaman di Bank sehingga ada kendala akses dana lanjutan/pendamping. (jdi/brin)

Berita Lainnya

Index