Ekspor Sawit, Karet, hingga Rempah Buktikan Pertanian Indonesia Tetap Perkasa di Pasar Global

Ekspor Sawit, Karet, hingga Rempah Buktikan Pertanian Indonesia Tetap Perkasa di Pasar Global
Petugas bea cukai memeriksa barang yang akan dikapalkan untuk tujuan ekspor. (foto: DJBC)

Jakarta, BGNNEWS.CO.ID - Di tengah gelombang proteksionisme global dan gejolak harga komoditas, sektor pertanian Indonesia masih berdiri kokoh sebagai salah satu tulang punggung perekonomian.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor komoditas pertanian nasional pada 2022 mencapai 44,44 miliar dolar atau sekitar Rp689 triliun, naik 3,2 persen dibanding 2021. Neraca perdagangan sektor ini pun tetap surplus sebesar 18,62 miliar dolar AS (Rp289 triliun).

Memasuki semester I 2023, volume ekspor pertanian naik 12,9 persen. Meski secara nilai turun 17,8 persen menjadi 22,67 miliar dolar AS akibat penurunan harga global, performa ekspor komoditas unggulan seperti sawit, karet, kopi, kakao, hingga rempah-rempah membuktikan ketahanan sektor ini. 

Pasar utama tetap terkonsentrasi di Asia dan blok ekonomi besar, seperti India, China, Pakistan, serta Amerika Serikat untuk crude palm oil (CPO). Sementara karet, kopi, dan rempah juga menguasai pangsa pasar di Eropa, Timur Tengah, dan Asia.

Namun, jalan tidak selalu mulus. Era pemerintahan Trump sempat menjadi ujian berat bagi komoditas unggulan Indonesia. Kebijakan tarif tinggi, termasuk skenario tarif 32 persen untuk karet alam, membuat prospek ekspor terguncang.

CPO pun tak luput dari kebijakan anti dumping biodiesel, sementara Uni Eropa memperketat regulasi dengan aturan deforestasi (EUDR). Meskipun ketegangan tarif mereda di era Biden, instrumen proteksi perdagangan seperti pembatasan impor dan investigasi anti dumping masih membayangi.

Di tengah tantangan itu, tren pasca-pandemi justru menghadirkan peluang baru. Pemulihan ekonomi global memicu lonjakan permintaan pangan, energi terbarukan, dan bioenergi, yang nota bene sektor yang menjadi kekuatan Indonesia. Pemerintah pun mendorong strategi diversifikasi pasar, memperluas jangkauan ekspor ke Timur Tengah, Afrika, hingga Amerika Latin untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional.

Langkah strategis lainnya adalah mempercepat penyelesaian perjanjian perdagangan seperti Indonesia–EU CEPA dan FTA dengan berbagai negara. Kemitraan ini diharapkan membuka akses lebih luas bagi produk pertanian, menghapus hambatan tarif, sekaligus memperkuat daya saing harga.

Tidak hanya itu, hilirisasi menjadi kunci. Indonesia didorong untuk tidak sekadar mengekspor bahan mentah, melainkan mengembangkan produk olahan bernilai tambah, mulai dari minyak goreng bermerek, kopi bubuk premium, cokelat siap konsumsi, hingga minyak atsiri dari rempah.

Sertifikasi internasional seperti RSPO untuk sawit atau Fair Trade untuk kopi juga menjadi syarat mutlak agar produk bisa diterima di pasar global yang semakin ketat.

Dengan kombinasi diplomasi dagang, diversifikasi pasar, dan penguatan industri hilir, ekspor sawit, karet, hingga rempah tak hanya bertahan, tapi berpeluang semakin mengokohkan posisi Indonesia di panggung perdagangan dunia. (jdi/els)

Berita Lainnya

Index