Pekanbaru, BGNNEWS.CO.ID - Demi terwujudnya swasembada pangan, Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Riau siap menjalin kolaborasi dengan pihak akademis untuk melakukan riset dan seminar terkait implementasi Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (SISKA).
''Persoalan bidang peternakan yang saat ini menjadi fokus perhatian pihaknya. Antara lain terkait persoalan pengimplementasian Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (SISKA) di Riau. Selain itu, juga terkait pemanfaatan limbah pertanian dan peternakan menjadi pakan ternak,'' kata Kepala BRIDA Provinsi Riau, Dr Roni Bowo Leksono MT dalam pernyataannya yang dikutip, Rabu (13/8/2025) saat pertemuannya dengan akademisi bidang peternakan Riau, yakni Prof Dr Yendraliza SPt MP, Dr Elfi Rahmadani, dan Endah Purnamasari PhD di kantor BRIDA Riau.
Dijelaskan, saat ini sebagian besar kebutuhan protein hewani masyarakat Riau masih dipasok dari provinsi tetangga, seperti Sumbar dan Sumut. Padahal Riau memiliki potensi peternakan yang besar. Dengan terwujudnya implementasi SISKA yang baik nanti kita berharap kebutuhan daging masyarakat Riau tidak perlu lagi didatangkan dari daerah luar.
Sementara Akademisi peternakan Prof Dr Yendraliza mengatakan, implementasi SISKA perlu mendapat perhatian semua pihak di Riau. Luas perkebunan kelapa sawit di Riau yang mencapai 3,40 juta hektar pada tahun 2023 merupakan potensi besar dalam upaya penyediaan pakan ternak dan pemanfaatan lahan perkebunan.
Integrasi peternakan sapi dengan perkebunan kelapa sawit dapat memberikan keuntungan bagi kedua sektor, seperti mengurangi biaya pakan ternak dan meningkatkan kesuburan lahan perkebunan.
Soal pemanfaatan limbah pelepah sawit yang tidak terpakai, itu nanti dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sehingga mengurangi limbah yang mencemari lingkungan. Pengembangan teknologi tepat guna dalam pengelolaan limbah sawit, pakan ternak, dan sistem pemeliharaan sapi dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas SISKA itu sendiri.
Sebagai OPD baru di Pemprov Riau, BRIDA menilai adanya kendala pengembangan SISKA tersebut. Hal ini dikarenakan kurangnya minat perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk bermitra dengan peternak.
''Ke depan, perlu kerjasama yang lebih erat antara petani, perusahaan perkebunan, dan pemerintah daerah untuk mengembangkan SISKA secara berkelanjutan,'' kata Yendraliza. (jdi/go)