BRIN Kembangkan Bibit Unggul untuk Dorong Hilirisasi Sawit

BRIN Kembangkan Bibit Unggul untuk Dorong Hilirisasi Sawit
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko. (foto istimewa)

Jakarta, BGNNEWS.CO.ID - Untuk mendorong hilirisasi sawit yang berkelanjutan dari hulu dan hilir, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) lahirkan benih unggul dan teknologi omics.

''Kami berkomitmen penuh dalam mendorong hilirisasi kelapa sawit melalui riset terpadu dari hulu hingga hilir. Fokus utama diarahkan pada pengembangan benih presisi, teknologi budidaya, pascapanen, hingga penciptaan produk turunan bernilai tambah tinggi,'' kata Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko dalam paparannya pada ajang Indonesia Innovator Award dan Indonesia Innovator Lecture 2025 di Jakarta, Senin (11/8/2025).

Handoko menyebut, bahwa riset benih presisi menjadi kunci untuk menjawab tantangan beragamnya kondisi agroklimatologi di seluruh wilayah Indonesia.

''Kita sekarang harus mengembangkan benih presisi sebisa mungkin yang bisa mengakomodasi semua agroklimatologi di berbagai wilayah Indonesia, sekaligus mengembangkan teknologi budidayanya yang juga presisi,'' ujarnya.

Handoko menegaskan, pendekatan riset presisi tidak hanya berlaku untuk kelapa sawit, tetapi juga komoditas strategis lain seperti padi. BRIN tengah mengembangkan teknologi berbasis omics, meliputi genomics, proteomics, hingga metabolomics untuk mempercepat lahirnya varietas unggul.

Teknologi ini memungkinkan pemulia tanaman mengidentifikasi sifat genetik unggul lebih cepat dibanding metode konvensional. ''Selain perlu waktu yang cukup lama, kita harus melakukan rekayasa genetika, modifikasi genomics, dan mencari sifat-sifat yang unggul,'' jelasnya.

Penguasaan teknologi omics diharapkan dapat memangkas siklus pengembangan varietas, memperluas adaptabilitas tanaman, dan meningkatkan produktivitas di lahan dengan kondisi berbeda-beda.

Dari sisi hilirisasi, Handoko menyoroti pentingnya penguasaan teknologi pascapanen serta diversifikasi produk turunan kelapa sawit. Menurutnya, kendala teknologi masih menjadi hambatan utama dalam memaksimalkan nilai tambah sawit, termasuk pada sektor biodiesel dan bioproduk lainnya.

“Proses peningkatan nilai tambah sawit seperti menjadi biodiesel belum optimal karena kendala teknologi. Kita butuh kolaborasi dari industri sejak awal,” tegasnya.

Handoko mendorong keterlibatan pelaku industri pada tahap riset hingga scale-up produksi, agar hasil inovasi dapat segera diimplementasikan secara komersial. 

Bagi Handoko, hilirisasi komoditas seperti kelapa sawit bukan sekadar strategi bisnis, melainkan pilar penting ekonomi nasional. Produk turunan sawit memiliki potensi nilai tambah jauh lebih besar dibanding ekspor bahan mentah. (jdi/els)

Berita Lainnya

Index