Saran Peneliti Unilak, Sebaiknya Biodiesel dari Limbah Sawit, Bukan dari CPO

Saran Peneliti Unilak, Sebaiknya Biodiesel dari Limbah Sawit, Bukan dari CPO
Ketua Pusat Riset Lingkungan Hidup dan Pertanian Tropis Berkelanjutan Universitas Lancang Kuning (Unilak), Dr Indra Purnama. (Dok Unilak)

Pekanbaru,BGNNEWS.CO.ID - Peluang memanfaatkan limbah kelapa sawit bukan hanya untuk biochar. Cangkang, pelepah, hingga tandan kosong (tangkos) kelapa sawit juga bisa dimanfaatkan untuk biodiesel.

''Penelitian ini saya menggunakan turunan kelapa sawit. Jadi dari cangkang, pelepah, dan tandan kosong. Tapi kalau batangnya belum,'' kata Ketua Pusat Riset Lingkungan Hidup dan Pertanian Tropis Berkelanjutan Universitas Lancang Kuning (Unilak), Dr Indra Purnama kemarin.

Seperti diketahui, Presiden Prabowo Subianto menargetkan Indonesia segera memproduksi Biodiesel 50 (B50), yaitu bahan bakar campuran fosil diesel dan biodiesel minyak sawit masing-masing 50 persen. Program nasional ini upaya pemerintah mempercepat transisi energi hijau yang bebas emisi.

Menurut Indra, biodiesel dari kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) banyak memunculkan konflik baru. Salah satunya hilangnya ekosistem biodiversitas akibat perluasan lahan perkebunan kelapa sawit. Misalnya, konflik lahan dengan satwa gajah dan harimau sumatra.

''Jadi janganlah CPO digunakan mulai dari pangan kemudian ditambah lagi untuk biodiesel yang berujung pada ekspansi lahan besar-besaran,'' ujar pria yang mendapatkan doktor dari Tokyo Metropolitan University, Jepang ini.

Sebagai alternatif, Indra menyarankan penggunaan limbah sawit untuk memproduksi biodiesel. Pasalnya, banyak limbah sawit yang belum termanfaatkan secara maksimal. Dengan demikian pemanfaatan CPO dapat difokuskan di bidang pangan, seperti minyak goreng.

''Saya berharap B50 yang dicanangkan pemerintah nanti tidak lagi pakai CPO, tapi pakai limbah-limbah sawit. Karena kan sayang, ya, padahal limbah-limbah ini banyak sekali jumlahnya tidak termanfaatkan secara maksimal,'' jelasnya.

Saran yang disampaikan Indra ini merujuk pada penelitian yang tengah dilakukannya bersama tim. Ia mengatakan, implementasi penerapan penggunaan limbah sawit untuk biodiesel skala besar masih lama. Pihaknya telah memulai melalui riset, kerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Universitas Riau, Pekanbaru, dan beberapa mitra dari luar negeri.

Selain ihwal pemanfaatan limbah sawit menjadi biodiesel, Indra juga tengah melakukan penelitian terhadap pemanfaatan limbah sawit menjadi biochar dan wood vinegar. Pria asal Pekanbaru, Riau ini memaparkan, biochar dan wood vinegar dapat digunakan untuk dua fungsi. Yakni sebagai energi terbarukan dan sebagai pupuk serta pestisida nabati.

''Nah biochar ini tidak hanya memberikan nutrisi, tapi juga menjadi media untuk mikroba sekaligus untuk mendegradasi pencemaran akibat pestisida. Selain itu, juga bisa menurunkan karbondioksida lebih dari 2.000 juta ton kalau benar-benar digunakan untuk pengganti pupuk kimia,'' katanya.

''Belum lagi potensi wood vinegar sebagai pestisida nabati, pada konsentrasi tertentu selain dapat mengendalikan hama dan penyakit, wood vinegar juga terbukti menyehatkan tanaman dari beberapa uji yang telah kami lakukan,'' katanya.

Indra menyadari penelitian terkendala terbatasnya laboratorium di Unilak. Kendati demikian, pihaknya bekerja sama dengan mitra dari berbagai universitas di mancanegara, antara lain di Prancis, Jepang, Mesir, hingga Malaysia. Tak hanya itu, Indra mengatakan pihaknya juga tengah membuka peluang kerja sama dengan universitas di Australia.

Bahkan, penelitian Indra juga dilirik oleh perusahaan Jepang terkait hilirisasi biochar. Perusahaan Jepang ini, kata Indra berencana menyewa lahan untuk pemanfaatan biochar yang mereka produksi di Jepang untuk diaplikasikan di perkebunan kelapa sawit Riau. Saat wawancara dengan perusahaan tersebut pada pekan lalu, Indra kemudian menawarkan penggunaan limbah kelapa sawit, sebagai bahan baku pembuatan biochar, alih-alih mereka bawa dari Jepang.

''Mereka mau menggunakan sawit di sini (Riau) dengan menyewa lahan sekitar satu atau dua hektar. Saya bilang bisa tidak bantu untuk riset Unilak. Kenapa harus bawa biochar dari Jepang, sementara di tempat kita punya banyak bahan baku biochar dari limbah-limbah sawit ini, yang seringkali tidak termanfaatkan. Di akhir pembicaraan tampaknya mereka tertarik mendirikan pabrik biochar di Riau,'' tutur Indra.

Indra berharap penggunaan limbah sawit sebagai biochar, wood vinegar, maupun biodiesel dapat menjadi perhatian petani sawit, koperasi, perusahaan, pemerintah daerah, maupun pemerintah pusat. Pengampu mata kuliah Teknologi Pengelohan Sampah dan Limbah di Unilak ini juga berharap, penggunaan limbah sawit dapat direalisasikan dalam skala besar. (jdi/sp)

Berita Lainnya

Index