Mutu CPO Jadi Kunci Daya Saing Industri Hilir Sawit

Mutu CPO Jadi Kunci Daya Saing Industri Hilir Sawit
Dr. Donald Siahaan, praktisi p3pi, PPKS. (foto istimewa)

Bandung,BGNNEWS.CO.ID - Keberhasilan hilirisasi sangat bergantung pada konsistensi mutu bahan baku crude palm oil (CPO) yang dipasok dari hulu. Hal ini menjadi semakin penting seiring diberlakukannya Permenperin Nomor 32 Tahun 2024 yang mengatur lima tahap hilirisasi kelapa sawit di Indonesia.

''Mutu CPO bukan sekadar parameter teknis, tapi faktor strategis. Jika kita ingin industri hilir seperti pangan, energi, dan oleokimia berkembang pesat, maka PKS harus mulai bertransformasi menjadi produsen bahan baku yang terstandar dan dapat ditelusuri,'' kata praktisi p3pi, PPKS, Dr Donald Siahaan dalam acara The 3rd Technology & Talent Palm Oil Mill Indonesia (TPOMI) 2025 di Bandung.

Donald Siahaan menekankan, urgensi penerapan strategi peningkatan mutu Crude Palm Oil (CPO) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) sebagai pondasi penting untuk memperkuat daya saing industri hilir sawit nasional.

Hasil penelitian tahun 2024 yang dikutip Dr. Donald mengungkap perbedaan kualitas CPO antara Sumatera Utara dan Riau. Dari 32 sampel di Sumut, 54,8% dikategorikan sebagai CPO premium, sedangkan di Riau hanya 25%. Perbedaan ini disebabkan oleh parameter lanjutan seperti kadar DAG/TAG, anisidine, peroksida, dan TOTOX yang menunjukkan degradasi mutu pada titik-titik tertentu dalam proses.

“Banyak PKS masih melakukan pencampuran antara CPO fresh dengan residu hanya demi mengejar angka rendemen. Padahal ini kontraproduktif terhadap mutu. Jika ingin akses ke pasar premium, maka segregasi produk adalah keharusan,” tegas Dr. Donald.

Ia mengusulkan lima strategi utama untuk mendorong produksi CPO berbasis mutu:

Pengawasan Mutu TBS: Sortasi panen dan penilaian nilai sortasi panen (NSP) harus menjadi prioritas di kebun.

Pemisahan Produk (Segregasi): CPO fresh dan residu harus dipisah sejak dari tangki penyimpanan untuk mempertahankan mutu.

Pengendalian Proses di PKS: Parameter penting seperti DOBI, ALB, dan karoten harus dimonitor secara real-time.

Sinkronisasi PKS dan Refinery: SDM PKS perlu memahami kebutuhan parameter industri hilir melalui pelatihan dan peningkatan kompetensi.

Diferensiasi Produk CPO: PKS harus mampu memproduksi CPO sesuai segmentasi pengguna akhir, seperti pangan, bioenergi, atau oleokimia.

Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa lokasi seperti Sumatera Utara dan Riau memiliki peran strategis karena menjadi pusat industri pengolahan lanjutan, termasuk refinery, biodiesel, dan oleokimia. Di kedua wilayah ini, keterhubungan antara mutu CPO dan performa industri hilir sangat nyata.

“Kinerja hilir tidak bisa maksimal jika mutu dari hulu masih fluktuatif. Perbaikan kualitas harus dilakukan secara menyeluruh, dari kebun hingga sistem distribusi,” jelasnya.

Dr. Donald juga menyambut baik pembaruan standar nasional seperti SNI 2091:2021 untuk CPO, SNI 8875:2020 untuk biodiesel, dan SNI 9098:2022 untuk minyak makan merah (M3). Menurutnya, ini adalah momentum bagi PKS untuk melakukan transformasi mutu secara menyeluruh.

“Indonesia tidak boleh hanya menjadi produsen sawit dalam jumlah besar. Kita harus naik kelas dengan menjadikan mutu sebagai DNA industri. Kalau kita serius, Indonesia bisa jadi pusat industri sawit dunia yang berkualitas, aman, dan berkelanjutan,” pungkasnya. (jdi/mdp)

Berita Lainnya

Index