Inovasi Baru dari IPB University, Tumpang Sari Antara Kelapa Sawit, Kacang Koro dan Padi di Lahan Replanting

Inovasi Baru dari IPB University, Tumpang Sari Antara Kelapa Sawit, Kacang Koro dan Padi di Lahan Replanting
Panen padi gogo di lahan replanting sawit. (foto IPB)

Bogor, BGNNEWS.CO.ID -  Ada inovasi baru dari Institut Pertanian Bogor (IPB) University tentang keberlanjutan industri sawit Indonesia. Terobosan baru ini disebut Koronisasi.

Yakni sebuah sistem tumpang sari yang mengintegrasikan kelapa sawit, kacang koro, dan padi IPB 9G di lahan replanting. Terobosan ini tak hanya menawarkan solusi pertanian cerdas, tetapi juga membawa angin segar bagi program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

Model ini dikembangkan melalui kolaborasi lintas lembaga yakni IPB University, Wageningen University and Research (WUR) Belanda, Universitas Lambung Mangkurat (ULM), dan PT Citra Putra Kebun Asri (CPKA).

Tim IPB University sendiri dipimpin oleh para pakar seperti Prof Sudradjat, Prof Nahrowi, Dr Hariyadi, dan Prof Suria Darma Tarigan. Proyek ini merupakan bagian dari program SustainPalm yang fokus pada praktik sawit berkelanjutan dan mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Uji coba lapangan dilakukan di Desa Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, dengan hasil yang menjanjikan. Penanaman kacang koro dari Februari 2023–2025 menghasilkan 2,5–3 ton per hektare dengan input pupuk minimal. 

Selanjutnya, penanaman padi IPB 9G pada fase tanaman belum menghasilkan (TBM) sawit, menghasilkan sekitar 3 ton per hektare, dan masih bisa ditingkatkan jika tidak ada gangguan hama seperti walang sangit.

''Tanaman koro menjadi elemen kunci dalam sistem ini,'' ujar Prof Sudradjat dalam keterangan resmi Humas IPB dikutip Selasa (29/7/2025).

“Ia membentuk bintil akar yang mampu memfiksasi nitrogen, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan porositas, dan kapasitas tanah menyimpan air. Strategi ini memperbaiki kondisi tanah lahan replanting yang biasanya tandus dan tidak subur," sambungnya.

Lebih dari sekadar pemulih tanah, kacang koro juga menawarkan nilai ekonomis. Biji koro memiliki kandungan protein tinggi 25–27%, cocok sebagai bahan baku pakan ternak maupun produk pangan seperti tempe koro dan camilan sehat. Keberhasilannya membuka peluang besar untuk diversifikasi pangan dan pendapatan petani.

Tak hanya kalangan akademisi, petani lokal seperti H Sariman pun menyambut baik inovasi ini. "Kami kagum padi bisa tumbuh di lahan sawit replanting, apalagi ditanam di akhir musim hujan," ujarnya seraya menambahkan bahwa ia berencana memperluas tanamannya hingga 3 hektare pada musim tanam 2025/2026.

Pihak perusahaan juga tak ketinggalan. Ir Eko, Manajer PT CPKA, menyebut bahwa hasil panen padi dari uji coba 1,5 hektare cukup untuk menekan biaya konsumsi perusahaan. “Harga beras dari padi IPB 9G bisa 20–25% lebih murah dari harga pasar,” ungkapnya, seraya merencanakan perluasan lahan hingga 10 hektare.

Bagi Prof Sudradjat, Koronisasi adalah jawaban strategis terhadap kebutuhan PSR. “Dengan pendekatan pentahelix, kita bisa mendorong pendapatan petani dari hasil panen sebelum sawit memasuki masa produktif,” jelasnya. (jdi/els)

 

 

 

Berita Lainnya

Index