BPDP Bersama Pihak Berkompeten Susun Strategi Implementasi Biodiesel B50

BPDP Bersama Pihak Berkompeten Susun Strategi Implementasi Biodiesel B50
Dirut BPDP Eddy Abdurrachman. (foto istimewa)

Jakarta, BGNNEWS.CO.ID - Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), Eddy Abdurrachman memimpin forum strategis guna membahas kesiapan implementasi program Biodiesel B50, yakni pencampuran 50% Bahan Bakar Nabati (BBN) dalam Minyak Solar. Forum strategis bersama pihak berkompeten ini dilaksanakan di Ballroom Gedung Surachman Tjokrodisurjo, 

Dalam keterangan resmi yang diperoleh Ahad (27/7/2025) disebutkan, bahwa pertemuan ini jadi momen penting menyatukan berbagai pihak, mulai dari lembaga riset, kementerian, pelaku industri, hingga akademisi dalam menyusun strategi menuju target B50 pada tahun 2026.

Kajian gabungan Kementerian Pertanian, Kementerian ESDM, serta tim dari PT Sucofindo dan APPERTANI mengungkapkan bahwa kebutuhan Crude Palm Oil (CPO) untuk mendukung skema B50 mencapai 17,5–18 juta ton. 

Namun, produksi nasional diprediksi stagnan di angka 60 juta ton hingga 2045 akibat terbatasnya lahan baru, penyakit tanaman seperti Ganoderma, dan rendahnya produktivitas di sektor hulu.

Rekomendasi strategis yang muncul yakni optimalisasi lahan tidur, peningkatan produktivitas tanaman, dan pemanfaatan teknologi input yang lebih efisien harus segera dijalankan.

Implementasi B50 diproyeksikan menurunkan ekspor minyak sawit sebesar 11,40% dibandingkan ekspor 2024. Di sisi lain, ketergantungan terhadap impor metanol untuk produksi biodiesel juga jadi sorotan. Menurut DMSI (2023), nilai impor katalis mencapai US$190 juta (Rp2,85 triliun) dan ini ironis di tengah upaya penghematan devisa lewat B50.

Prof. Udin Hasanudin dari Universitas Lampung memaparkan, potensi bahan baku alternatif seperti UCO (Used Cooking Oil), POME Oil, dan SBE Oil. Total potensi limbah berbasis minyak nabati sawit ini bisa menembus 2 juta ton. Selain ramah lingkungan, penggunaan limbah ini lebih mudah lolos dari regulasi ketat Uni Eropa (EUDR).

Dari aspek teknis, Balai LEMIGAS menguji berbagai varian campuran biodiesel: B35 D15, B40 D10, dan B50. Campuran B35 D15 dinilai paling optimal dari sisi efisiensi bahan bakar dan emisi. Namun, pasokan biohidrokarbon (D15/D10) masih terbatas, menjadi tantangan tersendiri jika ingin memproduksi skala nasional.

Studi ekonomi menunjukkan risiko defisit subsidi hingga Rp25 triliun jika B50 diterapkan tanpa penyesuaian harga. Oleh karena itu, BPDP mendorong pendekatan blending ratio dinamis, mirip dengan kebijakan bioetanol di Brasil, yang disesuaikan berdasarkan fluktuasi harga CPO global.

Langkah konkret selanjutnya adalah penyempurnaan studi teknis dan ekonomi, termasuk aspek tarif, distribusi CPO, dan dampak lingkungan. BPDP juga tengah mempersiapkan pertemuan lanjutan untuk memformulasikan rekomendasi kebijakan final yang akan diajukan kepada pemerintah pusat. (jdi/els)

Berita Lainnya

Index