BERAU, BGNNEWS,CO.ID - Wakil Ketua DPRD Berau, Subroto soroti ketimpangan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit antara petani mandiri dan petani plasma di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Menurutnya, apa yang dialami petani mandiri ini tidak adil. Sementara mereka telah mampu memproduksi TBS dengan kualitas tinggi.
''Perusahaan sawit cenderung menetapkan harga berdasarkan status kemitraan, bukan semata-mata mutu buah. Meski tidak tergabung dalam sistem plasma, petani mandiri juga mampu menghasilkan tandan buah segar berkualitas tinggi. Jadi, seharusnya perusahaan tidak membeda-bedakan harga hanya karena status kemitraan,'' katanya seperti dikutip BGNNEWS.CO.ID dari Balpos, Rabu (23/4/2025).
Ia menilai, perusahaan memang menggunakan sistem grading sebagai acuan harga, namun dalam praktiknya, buah petani mandiri yang telah memenuhi standar mutu tetap dihargai lebih rendah.
''Kalau buah mengkal saja bisa ditolak, artinya perusahaan memang ingin rendemen tinggi. Tapi dengan mutu buah yang sudah bagus, kenapa harga petani mandiri tidak disetarakan?'' ujarnya.
Yang lebih memprihatinkan, harga sawit di Berau justru kalah bersaing dibanding daerah tetangga seperti Kutai Timur (Kutim). Bahkan, ada tengkulak dari Kutim yang datang membeli ke wilayah pesisir Berau karena harga TBS lokal lebih murah.
Soal ini, Subroto mendesak agar perusahaan sawit di Berau segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem penetapan harga dan grading TBS.
''Sudah saatnya perusahaan berlaku adil dan terbuka. Jangan hanya fokus pada keuntungan. Kalau ingin industri sawit berkelanjutan, perhatikan juga kesejahteraan petani lokal,'' ungkapnya. (jun)