Ternyata Pinus yang Paling Tinggi

Hasil Penelitian, Kelapa Sawit Bukan Komoditas yang Rakus Air!

Hasil Penelitian, Kelapa Sawit Bukan Komoditas yang Rakus Air!
Petani sedang memanen sawit. (foto istimewa)

PEKANBARU, BGNNEWS.CO.ID - Hasil penelitian, ternyata tanaman kelapa sawit justru menjadi salah satu tanaman yang tergolong hemat air, baik untuk pertumbuhan maupun untuk produksi.

Seperti diketahui kalau tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika Barat yang tidak melimpah air seperti daerah tropis. Oleh karena itu, melalui adaptasi ekofisiologis yang panjang, tanaman kelapa sawit sesunguhnya memiliki struktur morfologi yang menghemat air dan menyimpan cadangan air (PASPI, 2021).

Hasil penelitian Pasaribu et.al (2012) menunjukkan, persentase nilai evapotranspirasi yang terjadi di perkebunan kelapa sawit sebesar 40 persen dari curah hujan tahunan. Persentase nilai evapotranspirasi tersebut lebih kecil jika dibandingkan mahoni yang sebesar 58 persen dan pinus 65 persen. Untuk diketahui, evapotranspirasi adalah proses penguapan air dari permukaan tanah, tumbuhan, dan organisme hidup ke atmosfer.

Sebenarnya, kebutuhan air untuk berbagai tanaman ini sudah lama diteliti oleh para ahli. Salah satunya adalah Coster (1938) dalam penelitian berjudul Superficial Runoff and Erosion on Java yang diolah PASPI (2021) yang meneliti kebutuhan air beberapa tanaman jauh sebelum kebun sawit berkembang.

Dengan menggunakan indikator evapotranspirasi tanaman, studi Coster menemukan bahwa tanaman bambu dan lamtoro tergolong boros air dengan kebutuhan sekitar 3.000 mm per tahun. Kemudian disusul oleh tanaman akasia sebesar 2.400 mm per tahun dan sengon sebesar 2.300 mm per tahun.

Tanaman pinus dan karet memiliki tingkat evapotranspirasi sekitar 1.300 mm per tahun, sedangkan tingkat evapotranspirasi kebun sawit hanya sekitar 1.104 mm per tahun.

Selama ini tanaman pinus, akasia, dan sengon populer dijadikan sebagai tanaman hutan, baik dalam program reboisasi maupun hutan tanaman industri. Tanaman kehutanan tersebut ternyata relatif boros menggunakan air. Sementara tanaman sawit yang selama ini dituduh boros air, justru jauh lebih hemat dibandingkan tanaman hutan tersebut. Bahkan sawit juga lebih hemat air dibandingkan tanaman karet (Pasaribu et.al., 2021 dalam studi berjudul Neraca Air di Perkebunan Kelapa Sawit di PPKS Sub Unit Kalimantan Kabun Riau).

Penelitian Gerbens-Leenes et.al., (2009) yang berjudul The Water Footprint of Energi from Biomass: A Quantitative Assesment and Consequences of an Increasing Share of Bioenergy Supply, menemukan hal yang menarik tentang tanaman apa yang paling hemat air dalam menghasilkan bioenergi.

Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa kelapa sawit termasuk paling hemat (setelah tebu) dalam menggunakan air untuk setiap giga joule (GJ) bioenergi yang dihasilkan. 

Penelitian tersebut mengungkap, tanaman penghasil bioenergi paling rakus air adalah rapeseed, disusul oleh kelapa, ubi kayu, jagung, kedelai, dan tanaman bunga matahari. Untuk menghasilkan setiap giga joule bionergi (minyak), tanaman rapeseed (tanaman minyak nabati Eropa) memerlukan 184 m3 air.

Sementara kelapa yang juga banyak dihasilkan dari Indonesia, Filipina, dan India, rata-rata memerlukan 126 m3 air. Ubi kayu (penghasil etanol) rata-rata memerlukan sekitar 118 m3 air. Sedangkan kedelai yang merupakan tanaman minyak nabati utama di Amerika Serikat, memerlukan rata-rata sebanyak 100 m3 air.

Tebu dan kelapa sawit ternyata paling hemat dalam menggunakan air untuk setiap bioenergi yang dihasilkan. Untuk setiap GJ bioenergi (minyak) yang dihasilkan, kelapa sawit hanya menggunakan air sebanyak 75 m3.

Hasil penelitian tersebut juga semakin menegaskan bahwa kebun sawit merupakan tanaman yang ramah lingkungan dan merupakan bagian dari konservasi tanah dan air. Mengembangkan kebun sawit merupakan bagian dari cara melestarikan tanah dan air (PASPI, 2021). (bgn/bpdp)

Berita Lainnya

Index