PEKANBARU,BGNNEWS.CO.ID - Apa yang selama ini dianggap musuh oleh para petani kelapa sawit, kini mulai dipandang sebagai sekutu potensial. Paradigma baru dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit ini diungkapkan oleh Arusman Limbong, pakar agronomi kelapa sawit, dalam seminar daring "Memelihara Gulma Kok Untung?" yang diselenggarakan oleh SawitPRO pada Januari lalu.
"Tidak semua gulma harus dibasmi. Beberapa jenis justru bisa menjadi aset berharga bagi kebun sawit jika dikelola dengan tepat," ujar Limbong mengawali presentasinya yang diikuti ratusan petani dan pengelola perkebunan dari berbagai wilayah Indonesia.
Limbong menjelaskan bahwa secara tradisional, gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang tumbuh di sekitar tanaman budidaya yang kehadirannya tidak diinginkan karena dianggap menurunkan hasil produksi dan menjadi sarang hama serta penyakit. Akibatnya, praktik pengendalian gulma secara total menjadi umum di kalangan petani.
Namun, hasil penelitian terkini menunjukkan bahwa pendekatan selektif dalam pengelolaan gulma justru memberikan manfaat signifikan. "Ada empat klasifikasi gulma berdasarkan tingkat kompetisinya dengan tanaman utama," jelas Limbong.
Klasifikasi tersebut meliputi Kelas A (sangat berbahaya), Kelas B (berbahaya), Kelas C (kurang kompetitif), dan Kelas D (gulma bermanfaat). Menurut Limbong, gulma Kelas C dan D seharusnya tidak dibasmi total, melainkan dikelola secara selektif untuk mempertahankan ekosistem yang seimbang di perkebunan.
Di antara jenis gulma yang justru perlu dipelihara adalah Asystasia intrusa (pengorak), Ageratum conyzoides (babadotan), dan Nephrolepis biserrata (pakis lunak). "Jika ketersediaan gulma bermanfaat kurang, petani bahkan disarankan untuk menanam beberapa tanaman seperti Turnera subulata (bunga pukul delapan), Antigonon leptopus (bunga air mata pengantin), dan Euphorbia heterophylla (bunga patik mas)," tambah Limbong.
Dia menjelaskan lima manfaat utama memelihara gulma tertentu di perkebunan sawit:
1. Berfungsi sebagai tanaman penutup tanah yang mencegah erosi
2. Menjaga kelembaban tanah dan mengurangi defisit air akibat penguapan
3. Mengurangi kepadatan tanah dan meningkatkan laju infiltrasi air
4. Menjadi sumber bahan organik yang meningkatkan kesuburan tanah
5. Berperan sebagai inang bagi predator alami hama kelapa sawit
"Yang perlu diingat, pengendalian gulma tidak boleh dilakukan secara total. Area yang harus bebas gulma hanyalah piringan dan pasar pikul, dengan lebar sekitar 2 meter, untuk memudahkan operasional panen dan pemupukan," tegas Limbong.
Lebih jauh, Limbong menunjukkan foto-foto predator hama seperti Eocanthecona furcellata, Sycanus dichotomus, dan Eocanthecona sp. yang banyak ditemukan pada gulma tertentu. "Predator alami ini membantu mengendalikan populasi hama seperti ulat pemakan daun, sehingga mengurangi kebutuhan pestisida," jelasnya.
Petani peserta seminar, Sutrisno dari Kabupaten Pelalawan, Riau, mengaku terkesan dengan materi yang disampaikan. "Selama ini kami selalu berusaha membasmi semua gulma. Ternyata ada yang justru perlu dipelihara. Ini pengetahuan baru yang sangat berharga," ujarnya.
SawitPRO berencana melanjutkan seri edukasi ini dengan pelatihan praktis di lapangan yang akan digelar di lima provinsi sentra kelapa sawit dalam tiga bulan ke depan.
"Kami berkomitmen untuk terus menyebarkan pengetahuan terbaru dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang tidak hanya produktif, tapi juga berkelanjutan," tutup Limbong di akhir presentasinya. (ade/bgn)