Industri Sawit Berharap Konsistensi Regulasi dan Dukungan Produktivitas Sawit

Industri Sawit Berharap Konsistensi Regulasi dan Dukungan Produktivitas Sawit
Ilustrasi petani sawit. (foto istimewa)

JAKARTA, BGNNEWS.CO.ID – Rencana penertiban perkebunan sawit yang dituding kawasan hutan membuat kuatir petani dan perusahaan, meskipun telah mengantongi perizinan. Pasalnya, pemerintah akan menerapkan ancaman sanksi administratif serta pidana.

Hal tersebut terungkap dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia “100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran: Industri Sawit Dibawa Kemana?” kemarin yang digelar secara hybrid. 

Dalam acara tersebut hadir sejumlah pembicara seperti Guru Besar IPB University Prof. Budi Mulyanto, Direktur Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga, Pakar Hukum Kehutanan Dr Sadino, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Dr. Gulat Manurung dan Peneliti INDEF Dr. Tauhid Ahmad.

''Industri sawit membutuhkan kepastian hukum dan jaminan keamanan di kebun. Pernyataan Presiden Prabowo yang menegaskan sawit sebagai aset strategis negara sangat melegakan stakeholder sawit. Pasalnya, pelaku sawit mendukung program mandatori biodiesel dan integrasi pangan di perkebunan sawit,'' ujar Qayuum Amri, Ketua Pelaksana Diskusi saat memberikan pengantar.

Prof Budi Mulyanto mengatakan, bahwa gagasan Prabowo mengenai swasembada energi dan perluasan area Perkebunan sawit perlu mendapat dukungan dari semua pihak. Sebab bukan tanpa alasan, dia menjelaskan sawit merupakan mesin ekonomi dan juga penyerap karbon yang baik.

“Jika ingin membangun pangan, energi, Indonesia harus urus sawitnya. Kita mesti paham, sawit merupakan mesin besar penambat CO2. Ini sudah ada risetnya. Sangat mungkin dilaksanakan perluasan sawit. Ini tidak ada hubungannya dengan deforestasi,” ujar Budi yang juga Kepala Pusat Studi Sawit IPB.

Alasan lainnya, ujar dia, masih banyak lahan marjinal yang tidak mendukung biodiversitas dan juga belum digarap dengan baik untuk memberikan nilai tambah ekonomi. Saat ini luas areanya mencapai 31,8 juta hektar.

''Yang penting lagi bahwa Indonesia sangat mendukung perkembangan sawit karna Indonesia punya pengalaman budidaya selama 100 tahun. Perluasan sawit masih dimungkinkan karena banyak lahan marjinal yang belum digunakan maksimal. Lahan ini sangat potensial, sangat mungkin dari sisi strategis dan regulasi,'' ujarnya.

Budi juga menyoroti juga area hutan Indonesia masih sangat luas dengan presentase 51,7 persen, namun lahan pertaniannya hanya 31 persen. Untuk pangan lebih kecil lagi yaitu hanya 0,088 persen. Menurutnya hal tersebut tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang tergolong tinggi.

''India saja lahan pertaniannya 60 persen, luas hutannya hanya 23 persen. Bisa memberi makan 1,4 miliar penduduknya. Amerika lahan pertaniannya 44 persen, hutannya 33 persen,'' jelasnya.

Sementara itu, Tauhid Ahmad menyebut bahwa sawit menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan komoditas yang memberikan efek rambatan yang paling tinggi dibanding komoditas lain. Dia merinci, dalam investasi sawit rata-rata surplus usahanya mencapai 66 persen baik di hulu maupun hilirnya.

Mengutip catatan GAPKI, Tauhid mengatakan, bahwa pekerjaan rumah Prabowo di awal-awal pemerintahannya dihadapkan pada kondisi produksi sawit dan ekspor yang turun. Maka, menurutnya perlu upaya menggenjor sisi produksi mengingat trend kebutuhan biodiesel semakin meningkat.

Ke depan, Tauhid memproyeksikan industri minyak sawit akan menjadi tumpuan hilirisasi meskipun diperlukan tambahan perluasan lahan.

''Hilirisasi yang akan bertumpu pada industri turunan carotine, tocopherol HS, nitrogliserine dan biosurfaktan membutuhkan dukungan pendanaan cukup massif,'' ucapnya.

Senada, Sahat Sinaga menegaskan bahwa Indonesia perlu meningkatkan nilai tambah sawit dari yang harganya saat ini hanya US$800-900 menjadi US$3.000. Oleh karenanya, dia menyebut sejumlah produk sawit yang memiliki nilai tambah tinggi seperti bio lubricant, bahan peledak, fatty alcohol, methyl esters, liquid detergent hingga parmasi.

Sahat juga menyampaikan produk olahan dari biomass sawit bisa menghasilkan nilai tambah signifikan yang bisa difokuskan pemerintah.

''Kuncinya adalah huluisasi, hulunya diperbaiki dulu. Ditingkatkan produksi sawit (m.sawit dan PKO) dari 52,4 juta ton ke 70,5 juta ton tahun 2029. Lalu tuntaskan penyelesaian kebun petani masuk “hutan” secepat-nya, dan terbitkan sertifikasi lahan-lahan petani,'' tegas Sahat.

Kendati demikian, proyek pembangunan sawit ke depannya disebut bakal mengalami ganjalan serius khususnya dari segi regulasi yang ada. Pakar hukum pertanahan Dr. Sadino mengatakan Indonesia tidak akan bisa menambah luas lahan sawit lantaran ada ganjalan berupa Inpres Nomor 5 tahun 2019 yang masih berlaku.

''Kalau mau disegerakan untuk penambahan luas sawit, Inpres 5/2019 harus ditnjau ulang atau dicabut. Kalau tidak ditinjau kembali tidak akan ada penambahan yang tadi. Ini menjadi catatan,'' ujar Sadino dalam diskusi tersebut.

Di samping itu, ada juga PP Nomor 36 tahun 2024, soal perhitungan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk lahan. Dengan PP yang diteken Presiden Jokowi pada September 2024 itu, menurut Sadino tidak ada investasi yang layak dalam pertanahan di Indonesia.

''Jadi dalam PP ini tanah itu tidak lagi insentif, tapi harus dibayar di awal. Harus bayar Rp75 juta per ha tanah itu bila menggunakan lahan yang dikategorikan kawasan hutan. Kemudian ada biaya pelepasan kawasan hutan harus bayar Rp19 juta per ha. Dan jika terlambat memenuhi pelepasan kawasan hutan dendanya Rp82 juta per ha,'' ungkapnya.

Sadino mengungkapkan, PNBP tersebut juga berlaku juga untuk Proyek Strategis Nasional (PSN). Dia pun menilai PP tersebut sangat berpotensi membangkrutkan investor.

''Jadi tidak hanya, kalau dia dapat kompensasi kawasan hutan bayar Rp17-35 juta, dana reboisasi dihitung, jadi ditotal total Rp70 juta. Padahal kaitannya dengan PSN. Jadi PSN jalur kawasan hutan, hutan alam Rp80 juta, hutan tanaman Rp30 juta. Karena itu dengan ini tidak ada harapan. Pangan pun kalau di Papua itu, 5-10 tahun pengusaha akan ditagih dengan ini, wassalam lah,'' ujarnya. (bgn/sawit indonesia)

Berita Lainnya

Index