Pemerintah Didorong Mendanai Sertifikasi ISPO Petani Sawit

Kamis, 29 Mei 2025 | 19:00:14 WIB
Ketua Umum Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Sabarudin. (Foto Istimewa)

Jakarta, BGNNEWS.CO.ID - Berdasarkan Perpres Nomor 16 Tahun 2025 menyebutkan seluruh petani sawit kini diwajibkan untuk mengantongi sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Namun dalam praktiknya, biaya sertifikasi masih menjadi tantangan besar bagi petani.

Untuk itu, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mendorong pemerintah untuk memberikan dukungan penuh terhadap pendanaan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) bagi petani sawit rakyat. Selain itu, SPKS juga menekankan pentingnya pemberian insentif agar sertifikasi ISPO tidak menjadi beban, melainkan motivasi untuk petani menerapkan praktik sawit berkelanjutan.

''Sejak diberlakukan pada tahun 2011 lewat Peraturan Menteri Pertanian No. 19, hingga kini implementasi ISPO di kalangan petani sangat lambat. Salah satu hambatan utamanya adalah pendanaan yang belum disiapkan pemerintah, dan ketiadaan insentif bagi petani yang sudah tersertifikasi,'' kata Ketua Umum SPKS, Sabarudin dalam acara Thought Leadership Forum bertajuk “Bridging Policy and Practice: Harmonizing Local Regulations with Global Sustainability Standards” yang digelar di Universitas Trisakti, di Jakarta, Selasa (27/5).

Ia menjelaskan, dengan terbitnya Perpres No. 16 Tahun 2025 tentang ISPO, seluruh petani sawit kini diwajibkan untuk mengantongi sertifikasi ISPO. Namun dalam praktiknya, biaya sertifikasi masih menjadi tantangan besar. “Saat ini, harga Tandan Buah Segar (TBS) antara petani yang sudah ISPO dan yang belum tidak berbeda. Tidak ada premium price, padahal biaya untuk mendapatkan sertifikasi sangat besar dan ditanggung sendiri oleh petani,” katanya.

Menurutnya, Perpres tersebut sejatinya telah mengatur sumber pendanaan ISPO, salah satunya berasal dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebagaimana tertuang dalam Pasal 16. Karena itu, SPKS meminta agar pendanaan sertifikasi ISPO bagi petani bisa dibiayai 100 persen oleh BPDPKS.

''Dana pungutan ekspor yang dikelola BPDPKS mencapai Rp30-50 triliun per tahun. Ini berasal langsung dari potongan harga TBS petani. Maka sudah semestinya dana itu kembali ke petani dalam bentuk dukungan penuh untuk sertifikasi ISPO,'' tegasnya.

Sabarudin juga mengungkapkan bahwa berdasarkan pengalaman mendampingi koperasi petani sawit, biaya sertifikasi ISPO per petani mencapai sekitar Rp3,5 juta. Dana ini digunakan untuk pendataan petani, pelatihan budidaya, penguatan kelembagaan, penilaian lingkungan, sistem pengendalian internal, hingga audit oleh lembaga sertifikasi.

''Jika ditotal, untuk membiayai sertifikasi ISPO bagi sekitar 3,2 juta petani dengan luas lahan 6,7 juta hektare, dibutuhkan dana sekitar Rp15-20 triliun. Ini jumlah yang seharusnya bisa dialokasikan dari dana BPDPKS,'' tandasnya.

Ia menambahkan bahwa keberadaan BPDP sejak awal dimaksudkan untuk mendukung keberlanjutan petani sawit. Maka dari itu, pembiayaan penuh terhadap sertifikasi ISPO bukan hanya bentuk keberpihakan, tetapi juga tanggung jawab lembaga tersebut dalam mendorong industri sawit berkelanjutan di Indonesia. (jdi/infosawit)

 

 

Terkini