Yogyakarta, BGNNEWS.CO.ID - Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) kembali memamerkan mesin barunya untuk sektor kelapa sawit guna mempercepat transformasi sumber daya manusia.
Langkah ini ditegaskan dalam workshop di Aula INSTIPER Yogyakarta, Selasa (9/12/2025) yang mempertemukan mahasiswa, dosen, pelaku industri, dan pemerintah daerah.
''Kekuatan utama industri sawit bukan hanya kebun dan pabrik, tetapi manusia yang menjalankan seluruh rantai pasok. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah fondasi. Tanpa itu, hilirisasi tidak akan pernah berjalan optimal,'' kata Kepala Divisi Penyaluran Dana Pengembangan SDM Perkebunan BPDP, Lucki Bagus yang dihubungi wartawa usai acara.
Ditambahkannya, Indonesia masih memegang posisi produsen minyak sawit terbesar dunia. Tahun lalu, produksi mencapai 47 juta ton—menyumbang 22 persen dari total produksi minyak nabati global.
Namun keunggulan produksi tak otomatis menjadi jaminan masa depan jika industri gagal menyiapkan tenaga kerja yang relevan dengan kebutuhan zaman: digitalisasi kebun, teknologi pabrik modern, hingga tuntutan sertifikasi dan keberlanjutan.
Dalam dua dekade terakhir, peta industri sawit berubah drastis. Jika dahulu CPO mentah mendominasi ekspor, kini lebih dari 70 persen ekspor berasal dari produk olahan seperti oleokimia, sabun, kosmetik, hingga biopelumas.
Hilirisasi ini menuntut teknisi mesin, analis kimia, ahli formulasi, teknolog pangan, hingga programmer sistem pabrik. “Setiap perubahan struktur industri selalu memunculkan kebutuhan tenaga ahli baru,” kata Lucki.
Untuk itu BPDP memperkuat empat jalur utama, yakni pendidikan formal, pelatihan teknis, penyuluhan, dan pendampingan.
Tahun 2025 saja, lebih dari 4.260 mahasiswa di Yogyakarta, 1.730 di Jawa Barat, serta ratusan lainnya di Sumatera dan Papua menerima dukungan pendidikan. Jurusannya beragam, dari agribisnis, teknik kimia, hingga informatika, dirancang untuk menutup kesenjangan kompetensi dari hulu ke hilir.
Pelatihan teknis menjadi motor paling cepat. Hingga Oktober 2025, BPDP mencatat 32.152 peserta dilatih pada 21 provinsi. Riau menjadi pusat kegiatan dengan 57 kelas pelatihan setahun, mulai dari budidaya, panen, pupuk organik, pemetaan kebun, ISPO, hingga kewirausahaan.
“Ini bukan sekadar sertifikasi. Yang kita targetkan adalah perubahan cara kerja,” tegas Lucki.
Pendampingan juga digencarkan untuk memperkuat legalitas kebun, mempercepat sertifikasi, dan meningkatkan manajemen usaha pekebun swadaya, kelompok yang menguasai 41 persen dari total 16,38 juta hektare kebun sawit nasional.
Dukungan anggaran ikut melonjak. Jika dana SDM pada 2017 baru Rp 12 miliar, tahun ini jumlahnya menembus Rp 437 miliar. Secara akumulatif, penyaluran dana SDM sejak 2015 mencapai Rp 1,174 triliun.
BPDP menargetkan pada 2026 melahirkan lebih dari 15 ribu SDM baru dan mendukung 5 ribu mahasiswa tambahan. “Jika SDM kita kuat, Indonesia bukan hanya mengikuti regulasi global, kita bisa menjadi pemain yang menentukan,” kata Lucki.
Dengan hilirisasi yang semakin melaju, injeksi tenaga ahli baru ini menjadi pondasi agar industri sawit tidak sekadar besar, tetapi juga mampu bersaing dalam lanskap global yang terus berubah. (jdi/els)