Jakarta, BGNNEWS.CO.ID - Sawit kembali membuktikan diri sebagai penopang kuat fiskal nasional, terutama saat sektor lain belum menunjukkan kinerja maksimal.
Hal ini dibuktikan dengan pendapatan negara kembali menunjukkan tren positif jelang akhir tahun. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp249,3 triliun per Oktober 2025, atau 82,7% dari target APBN 2025.
Angka ini tumbuh 7,6% year on year (yoy), salah satunya berkat ledakan penerimaan bea keluar dari ekspor sawit. ''Kepabeanan dan cukai sudah terkumpul Rp249,3 triliun, tumbuh 7,6% di atas tahun lalu dan sudah mencapai 80,3% dari target,'' ujar Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi November 2025 di Jakarta.
Dari seluruh komponen penerimaan kepabeanan, bea keluar menjadi bintang utama. Penerimaan bea keluar tercatat Rp24,0 triliun, atau fantastis 537,4% dari target APBN.
Secara tahunan, angkanya melonjak 69,2% yoy. Suahasil menjelaskan, dorongan terbesar datang dari kenaikan harga minyak kelapa sawit (CPO), naiknya volume ekspor sawit, serta tingginya ekspor konsentrat.
''Kenaikan harga CPO dan ekspor sawit memang memberi dampak signifikan. Bea keluar bergerak seiring naik-turunnya pasar komoditas,'' terangnya.
Di sisi lain, penerimaan bea masuk justru mengalami kontraksi tipis. Realisasinya mencapai Rp41,0 triliun, atau 77,5% dari target APBN, turun 4,6% yoy.
Penurunan ini dipicu relaksasi tarif impor sejumlah komoditas pangan dan semakin masifnya pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang menurunkan biaya masuk barang tertentu.
Meski penerimaan bea masuk menyusut, lonjakan bea keluar, terutama dari sektor sawit mampu menjadi penopang kuat pendapatan negara. Tak heran, pemerintah menyebut sawit masih menjadi komoditas strategis yang “menghidupkan” kas negara di tengah gejolak ekonomi global.
Sebagai gambaran, nilai ekspor sawit Indonesia pada 2024 tercatat mencapai Rp440 triliun atau sekitar USD27,76 miliar. Meski turun dari tahun sebelumnya akibat penurunan volume ekspor dari 32,2 juta ton (2023) menjadi 29,5 juta ton (2024), sektor ini tetap memberi kontribusi terbesar terhadap devisa hasil ekspor nonmigas.
Tak hanya berdampak di pusat, kinerja sawit juga menyentuh daerah lewat mekanisme Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit. Sepanjang 2024, daerah menerima Rp276,03 miliar dalam dua tahap penyaluran: Mei dan Oktober.
Angka ini merupakan bagian dari alokasi Rp3,39 triliun, meski beberapa daerah melaporkan turunnya penerimaan sehingga perlu rekonsiliasi data untuk memastikan penyaluran sesuai regulasi.
Dengan tren kenaikan bea keluar yang impresif ini, pemerintah optimistis pendapatan negara hingga akhir 2025 akan tetap terjaga. (els/bgnnews)