Pekanbaru, BGNNEWS.CO.ID - Dari 19 distributor Bahan Bakar Minyak (BBM) di Riau, enam diantaranya sudah dipanggil Komisi III DPRD Riau. Sementara 13 distributor lainnya masih dijadwalkan pemanggilan terhadap perusahaan yang sudah kantongi Ijin Niaga Umum (INU) tersebut.
Menurut Ketua Komisi III DPRD Riau, Edi Basri yang dihubungi bgnnews.co.id, Jumat (17/10/2025) mengatakan, pemanggilan itu untuk melakukan tinjauan terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBB-KB). Pasalnya, pendapatan Riau dari pajak bahan bakar minyak (BBM) sangat rendah.
Pada tahun ini, Riau menargetkan Rp1,3 triliun dari pajak BBM. Namun yang terealisasi sampai Oktober 2024 ini belum sampai Rp1 triliun.
Kalau dibandingkan dengan daerah lain seperti Kalimantan Timur, nilai pajak BBM mereka tembus Rp5,2 miliar. Sementara Riau sampai saat ini masih berkisar Rp900 miliar.
Politisi Partai Gerindra itu berjanji akan mengejar semua informasi tersebut termasuk adanya informasi mengenai terjadinya minyak dari luar provinsi masuk ke Provinsi Riau.
Sementara saat ditanya kapan rencana memanggil 13 perusahaan distributor BBM yang belum dipanggil, Edi menjawab, akan menengok kesediaan kecukupan waktu Komisi III DPRD Riau.
''Kita prioritaskan yang nilai kuotanya besar. Kita sudah minta data rinci kepada BPH Migas berapa kuota per perusahaan distributor itu, supaya kita bisa ukur dengan nilai pajak yang didaftarkannya dan berapa data minyak yang diperoleh secara impor,'' ujarnya.
Menurutnya, mereka ada yang tidak melalui Pertamina. Itu di SKK Migas di SDM ada katanya. Ia juga meminta data itu supaya Komisi III DPRD Riau konkret bisa mengevaluasi, dan itu belum diperoleh.
Edi Basri sebelumnya mengatakan, pihaknya juga telah melakukan pertemuan dengan BPH Migas di Jakarta. Dalam pertemuan itu, Komisi III meminta data terkait berapa jumlah minyak, baik solar, maupun bensin yang disebarkan di Riau.
Angota DPRD Riau dari Dapil Kampar ini berharap, sebelum pengajuan APBD murni 2026, harus sudah ada formulasi dari Pemerintah Provinsi Riau untuk menutupi pemotongan anggaran transfer ke daerah (TKD).
''Kalau tidak, kita tidak bisa bergerak. Artinya aspirasi masyarakat, peningkatan layanan kesehatan, layanan pendidikan dan juga layanan-layanan kebutuhan masyarakat lainnya tidak akan terpenuhi," pungkasnya. harus kita gas,'' ungkapnya. (jdi/bgnnews)