Teknologi SPOT Cocok Buat Pekebun Sawit Kecil

Teknologi SPOT Cocok Buat Pekebun Sawit Kecil
Operator mengawasi proses pengolahan sawit di pabrik CPO. (foto: STA Resources)

Jakarta,BGNNEWS.CO.ID - Proses panjang mulai dari pengangkutan tandan buah segar (TBS) ke pabrik, lalu pengolahan minyak sawit mentah (CPO) yang umumnya berada di Sumatera atau Kalimantan, hingga distribusi ke industri hilir di Pulau Jawa, membuat ongkos membengkak dan memberatkan petani kecil.

''Namun kini sudah ada solusinya agar biaya operasional tak membengkak. Yakni, dalam bentuk pabrik dengan teknologi SPOT alias Steamless Palm Oil Technology. Teknologi ini memungkinkan TBS yang dipanen langsung dibrondol di kebun, sehingga hanya buah sawit (brondolan) yang dibawa ke pabrik,'' kata Petrus Tjandra dari Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia, dalam keterangannya yang dikutip, Minggu (3/8/2025).

Seperti diketahui, biaya logistik Indonesia bahkan sudah mencapai 14,2% dari PDB atau sekitar Rp3.163 triliun pada tahun 2024. Sebuah angka fantastis yang menggerus margin petani dan memperlebar jarak antara kebun dan kesejahteraan.

Dikatakannya, dengan adanya teknologi SPOT, brondolan ini lalu diproses menjadi Palm Mesocarp Oil (PMO), minyak sehat yang kaya nutrisi karena tidak melalui proses perebusan seperti di PKS konvensional.

Keunggulan pabrik SPOT tak berhenti di situ. Karena hanya memproses bagian mesocarp atau daging buah, maka kerugian minyak (oil loss) jauh lebih kecil, hanya 0,24% dibanding 1,6% pada pabrik konvensional. Bahkan kernel yang pecah pun jauh lebih sedikit.

Jika biasanya angka kerusakan kernel bisa lebih dari 15%, di SPOT hanya sekitar 5%. Ini berarti, kualitas hasil panen petani tetap terjaga, dan hasil akhirnya lebih menguntungkan.

Pabrik SPOT juga ramah lingkungan. ''Tidak seperti PKS biasa yang menghasilkan limbah cair (POME) penyumbang gas metana, pabrik SPOT sama sekali tidak menghasilkan limbah cair,''' kata Petrus.

Emisi gas rumah kaca pun bisa ditekan drastis hingga 79%, dari 1.296 kg CO?e per ton minyak menjadi hanya 269 kg CO?e. “Ini menjadikan SPOT sebagai pilihan ideal untuk mendorong sawit yang lebih hijau dan berkelanjutan,” ujarnya.

Teknologi ini juga fleksibel, karena tidak perlu membangun pabrik besar dengan kebutuhan air tinggi. “SPOT bisa dibangun dalam skala kecil, cocok untuk pekebun swadaya atau koperasi tani,” sebutnya.

Di banyak daerah yang minim keberadaan PKS seperti Banten, Bengkulu, Gorontalo, Papua Barat, Sulawesi Tengah, Selatan dan Barat, SPOT bisa menjadi jawaban atas rendahnya harga TBS yang diterima petani akibat jauhnya lokasi pabrik.

Selain menghasilkan minyak, SPOT juga memanfaatkan limbah padat seperti tandan kosong, debu dan pasir. Dengan teknologi pirolisis, limbah ini bisa diubah menjadi biochar untuk pupuk, asap cair, moab, dan syngas yang dapat digunakan untuk energi di dalam pabrik.

Hasil akhirnya adalah sebuah ekosistem produksi sawit yang lebih ringkas, efisien, dan berkeadilan. Petani tidak perlu menjual murah ke tengkulak atau menunggu antrian panjang di PKS besar. Mereka bisa menjadi pemilik sekaligus pelaku industri sawit skala mikro, dengan nilai tambah yang jauh lebih besar.

Bayangkan saja, dari 100 ton TBS, setelah pembrodolan dan pemisahan, bisa dihasilkan 40 ton minyak berkualitas dan berbagai produk turunan lainnya.

Dengan teknologi SPOT, pekebun kecil kini punya kesempatan untuk mandiri, berdaulat, dan ikut membangun industri sawit yang ramah lingkungan serta berpihak pada kesejahteraan petani. Ini bukan sekadar pabrik, tapi sebuah paradigma baru dalam tata kelola perkebunan yang inklusif.

Dan yang paling penting, ini saatnya sawit rakyat naik kelas, bukan hanya sebagai penyumbang tandan, tetapi juga sebagai produsen minyak sawit sehat yang mendunia. (jdi/els)

Berita Lainnya

Index