Bandung,BGNNEWS.CO.ID - Harapan baru muncul dari konsep tumpang sari sawit dan tanaman pangan, yang kini mulai dilirik sebagai solusi cerdas dalam mengoptimalkan lahan dan menjaga stabilitas pangan nasional.
Dalam paparan ilmiah terbarunya, Guru Besar Ekofisiologi Tanaman Perkebunan Penghasil Getah dan Minyak Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (unpad), Prof Cucu Suherman Victor Zar menegaskan, bahwa praktik tumpang sari bukan hanya efisien secara agronomis, tetapi juga strategis dalam kerangka ketahanan pangan.
Ia menjelaskan, bahwa jarak tanam tanaman perkebunan seperti kelapa sawit yang mencapai 9x9 meter menyisakan ruang terbuka yang kerap tak dimanfaatkan dengan baik. Akibatnya, lahan rentan ditumbuhi gulma dan menyebabkan kerugian hingga 80% pada produksi tandan buah segar (TBS).
''Ruang ini seharusnya dioptimalkan dengan menanam tanaman pangan seperti padi, jagung, atau kedelai. Ini yang kami teliti dan buktikan hasilnya sangat signifikan terhadap produktivitas lahan,'' ujar Cucu dalam keterangan resmi Humas Unpad dikutip Sabtu (2/8/2025).
Berdasarkan riset yang dilakukan Prof Cucu bersama timnya, penerapan tumpang sari di antara tanaman sawit terbukti tidak menurunkan produktivitas sawit per hektare. Justru, hasil panen dari tanaman pangan menambah pendapatan petani, memperkuat ketahanan pangan, dan menciptakan sistem pertanian yang lebih berkelanjutan.
Agroekosistem yang terbentuk dari sistem tumpang sari ini juga lebih seimbang secara ekologis. Gulma, hama, dan penyakit lebih terkendali, input pertanian lebih efisien, serta hasil panen lebih beragam.
Agar sistem ini berkembang secara masif, Prof. Cucu mendorong adanya kebijakan nasional yang berpihak pada tumpang sari, termasuk integrasinya ke dalam RPJMN dan program strategis Kementerian Pertanian.
Tak hanya itu, ia menekankan pentingnya pemberian insentif bagi petani dan perusahaan perkebunan yang menerapkan tumpang sari, serta penguatan peran penyuluh dan riset adaptif berbasis kondisi lokal.
''Tumpang sari bukan sekadar teknik bercocok tanam, melainkan strategi besar menuju kemandirian pangan. Ketahanan pangan tidak cukup hanya mengandalkan sawah. Kita butuh transformasi dari sistem monokultur menuju agrodiversitas,'' kata Cucu.
Dengan memanfaatkan ruang kosong di antara tanaman sawit untuk menanam komoditas pangan strategis, Indonesia tidak hanya menghemat lahan, tetapi juga mengangkat kesejahteraan petani dan memperkuat fondasi ketahanan nasional. (jdi/els)