Ditangan Dosen Ini, Limbah Sawit Diolah jadi Pupuk Organik Nano yang Ramah Lingkungan

Ditangan Dosen Ini, Limbah Sawit Diolah jadi Pupuk Organik Nano yang Ramah Lingkungan
Dr. Gatot Supangkat, dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), menghadirkan terobosan inovatif, pupuk organik cair (POC) yang diperkaya dengan nano abu TKKS. (foto istimewa)

Yogyakarta, BGNNEWS.CO.ID - Terobosan inovatif dilakukan dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr Gatot Supangkat. Iya berhasil membuat pupuk organik cair (POC) yang diperkaya dengan nano abu tandan kosong kelapa sawit (TKKS).

Pupuk ini menjawab tantangan global menuju pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Inovasi ini tidak hanya menjadi langkah nyata dalam mewujudkan sistem pangan yang lebih sehat, tetapi juga sejalan dengan prinsip Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya dalam menjaga kelestarian lingkungan dan ketahanan pangan.

''Visi kami adalah membangun pertanian sehat yang berkelanjutan. Salah satu fokus SDGs adalah keberlangsungan planet melalui sistem pangan yang aman dan ramah lingkungan. Karena itu, kami memilih pendekatan pertanian organik dengan sentuhan teknologi,'' ujar Dr Gatot dilansir BGNNEWS.CO.ID dari Laman resmi UMY, Senin (23/6/2025).

Formulasi pupuk ini menggunakan urin kelinci sebagai bahan dasar. Menurut Gatot, hasil pengujian menunjukkan bahwa urin kelinci memiliki efektivitas terbaik dibandingkan limbah ternak lainnya. Untuk meningkatkan kinerja pupuk, ditambahkan partikel nano dari abu TKKS—limbah padat industri sawit yang sebelumnya dibakar pada suhu lebih dari 800°C selama enam jam.

Abu ini kemudian diproses lebih lanjut melalui metode ball milling. Prosesnya melibatkan pencampuran abu dan air dengan perbandingan 1:2, lalu diputar bersama bola-bola besi dalam mesin milling dengan kecepatan 126 RPM selama enam jam. Setelah disaring ulang dan dikeringkan, hasilnya bisa digunakan dalam bentuk serbuk atau larutan.

“Partikel abu yang diproses hingga skala nano ini kami gunakan sebagai pengaya nutrisi. Karena ukurannya yang sangat kecil, unsur hara seperti kalium bisa lebih cepat diserap tanaman. Kalium penting dalam memperkuat dinding sel dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit,” jelas Gatot.

Formulasi terbaik ditemukan pada komposisi POC dengan tambahan 3 persen nano abu TKKS. Uji coba di lapangan pada berbagai tanaman hortikultura seperti cabai keriting, pakcoy, bayam, dan selada menunjukkan hasil signifikan: peningkatan produktivitas tanaman tanpa meninggalkan residu kimia berbahaya di tanah maupun air.

Lebih dari sekadar pengembangan pupuk, Gatot menegaskan bahwa penelitian ini merupakan kontribusi UMY dalam membangun sistem pertanian yang berbasis teknologi, namun tetap memanfaatkan kearifan lokal dan potensi limbah.

''Semua bahan yang kami gunakan berasal dari limbah dan sisa produksi. Kami ingin membuktikan bahwa dari limbah pun bisa lahir solusi cerdas yang berdampak luas bagi masyarakat,” ungkapnya.

Atas inovasi ini, formulasi pupuk organik cair berbasis nano abu TKKS telah resmi mendapatkan hak paten dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Hal ini menjadi tonggak penting dalam pengakuan atas karya ilmiah yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga relevan secara praktis bagi sektor pertanian nasional. (jdi/ifs)

 

 

Berita Lainnya

Index