Jakarta, BGNNEWS.C0O.ID - Untuk industri sawit berkelanjutan, transformasi digital dibutuhkan. Karena hal ini untuk efisiensi perkebunan dan pengolahan kelapa sawit.
''Industri kelapa sawit Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan kompleks dalam beberapa tahun terakhir, mulai dari tekanan perubahan iklim, regulasi lingkungan yang semakin ketat, hingga intervensi kebijakan pemerintah. Namun di balik tantangan tersebut, muncul satu solusi strategis yang kian relevan, transformasi digital,'' kata Ketua Umum Planters Indonesian Society (IPS) dalam pembukaan Webinar Planter bertajuk “Transformasi Digital untuk Efisiensi Perkebunan dan Pengolahan Kelapa Sawit”, yang digelar secara daring pada Sabtu (14/6/2025).
Menurutnya, digitalisasi bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan mendesak untuk memastikan efisiensi dan keberlanjutan industri sawit nasional.
“Teknologi digital dapat mengoptimalkan proses budidaya, meningkatkan produktivitas, serta menekan dampak lingkungan. Ini bukan lagi pilihan, tapi keniscayaan,'' tegasnya..
Transformasi digital, dimulai dari pengelolaan data berbasis cloud—di mana data tentang kondisi tanah, cuaca, hingga kesehatan tanaman dapat dikumpulkan secara real-time. Informasi ini sangat krusial bagi pekebun untuk menentukan waktu tanam, pemupukan, dan panen secara tepat. Di sisi lain, teknologi drone dan sensor memungkinkan pemantauan tanaman secara menyeluruh dari udara, sehingga deteksi dini terhadap serangan hama atau penyakit bisa dilakukan secara cepat dan efisien.
Teknologi juga berperan penting dalam membangun transparansi rantai pasok. Melalui blockchain, setiap tahapan dalam pengolahan sawit dapat ditelusuri secara akurat, sehingga meningkatkan kepercayaan konsumen global terhadap produk sawit Indonesia.
Namun, Ketua IPS menegaskan bahwa transformasi digital tak hanya menyangkut teknologi, melainkan juga soal perubahan pola pikir dan budaya kerja. ''Kita perlu membekali SDM—terutama pekebun di wilayah terpencil—dengan pelatihan dan pendidikan agar mereka mampu memanfaatkan teknologi secara maksimal,'' katanya.
Untuk itu, IPS juga memperkenalkan unit kerja baru bernama Divisi Diklatasi (Pendidikan, Pelatihan dan Sertifikasi), yang fokus pada pelatihan dan sertifikasi internal. Dalam kesempatan tersebut, IPS menggandeng sejumlah mitra, termasuk Institut Transformasi Digital Indonesia (ITDI), guna menyampaikan materi digitalisasi secara intensif melalui sesi webinar yang dirancang khusus bagi para planter yang bekerja di daerah terpencil.
Prof. Suhardi dari ITDI menambahkan, transformasi digital di sektor sawit telah memasuki empat tahapan utama: mekanisasi, otomatisasi, digitalisasi, hingga smart farming. Di tahap tertinggi, teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) dimanfaatkan untuk membantu proses pengambilan keputusan secara cepat dan cerdas, termasuk dalam monitoring, evaluasi, dan perbaikan berkelanjutan.
“Digitalisasi membantu kita bertransisi dari interaksi fisik menjadi interaksi digital yang lebih efisien dan terukur. Ini akan berdampak pada penurunan biaya produksi dan peningkatan daya saing,” ungkapnya.
Menurut Prof. Suhardi, teknologi yang dibutuhkan sejatinya telah tersedia—dari perangkat lunak berbasis internet, perangkat IoT dan sensor, hingga analisis data dan machine learning. Tantangannya kini adalah bagaimana mengintegrasikan sistem biologi di perkebunan dengan sistem digital, sehingga menghasilkan sinergi yang mendorong keberlanjutan dan profitabilitas.
Ia pun mengutip adagium yang menjadi pedoman di ITDI, “Transform or die.” Menurutnya, industri yang tak segera beradaptasi dengan teknologi akan tertinggal. “Transformasi digital bukan soal kapan, tapi seberapa cepat kita bergerak,” pungkasnya. (jdi/ifs)