JAKARTA, BGNNEWS.CO.ID – Sektor perkebunan di Indonesia memiliki potensi besar sebagai pendorong perekonomian nasional.
Makanya, kebijakan pemerintahan Prabowo Subianto yang melahirkan Agrinas untuk mengelola sektor pertanian, perkebunan harus dibarengi dengan berbagai inisiatif bisnis yang produktif.
''Strategi ini diambil agar negara memiliki kekuatan pendorong ekonomi nasional. Karena memiliki multiplier effect yang besar. Bahkan di era kolonial Belanda, perkebunan menjadi kekuatan modernisasi perekonomian Hindia Belanda (Indonesia) dan sekaligus menghasilkan jutaan gulden untuk menyelamatkan krisis ekonomi Negara Belanda akibat perang dunia pertama,'' ujar Dr Syaiful Bahari SH MH, Pengamat Perkebunan saat berbincang melalui aplikasi pesan, Rabu (26/3/2025).
Dikatakan Syaiful, ketika Indonesia merdeka tetapi sektor ekonomi yang dinamakan “emas hijau” oleh pemerintah ternyata tidak dimanfaatkan dan tidak dikelola secara benar serta maksimal hingga sekarang. Akibatnya, banyak tanah-tanah perkebunan yang dikelola BUMN terlantar tidak produktif, dan dikelola ala kadarnya.
Menurut Dosen Universitas Sains Indonesia ini, sektor perkebunan negara sampai saat ini dikelola seperti model perkebunan kolonial Belanda, padahal zamannya sudah berubah jauh. Perkebunan negara hanya mewarisi kultur bisnis yang feodalistik dan birokratik, akibatnya ibarat rumah tua (lahan kebun) tanpa perawatan yang baik, maka tinggal menunggu ambruknya saja.
''Demikian juga, usaha perkebunan negara lebih banyak mempertahankan sebagai penyedia bahan baku semata, terisolir dari dunia industri modern (enclave). Akibatnya kalah bersaing dengan bahan baku perkebunan dan bahkan sudah bahan siap industri yang dikembangkan negara-negara Asia, Amerika Latin, dan Afrika,'' tambahnya.
Gagasan pembentukan Agrinas, dikatakan Syaiful, termasuk Agrinas Palma, di era Presiden Prabowo, harus dijadikan momentum kebangkitan Perkebunan Nusantara yang di Abad 19 pernah jaya. Bayangkan, Indonesia di era itu dikenal sebagai produsen tebu dunia, bahkan mempunyai pusat penelitian dan laboratorium gula pertama di dunia yang bernama Proefstation Oost Java (POJ) didirikan Pasuruan pada 9 Juli 1887 yang kini menjadi Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Namun, sayangnya pada hari ini justru Indonesia menjadi importir gula. (bgn/sawitindonesia)