KAMPAR, BGNNEWS.CO.ID - Seorang petani asal Tapung yang juga lulusan Sarjana Pertanian di Universitas Islam Riau (UIR), Rahmat Hidayat menunjukkan inovasi pertanian yang inspiratif. Di tengah tren monokultur kelapa sawit yang mendominasi wilayah tersebut, Rahmat berani mengambil langkah berbeda dengan mendiversifikasi lahan sawitnya menggunakan tanaman pisang dan semangka.
"Saya melihat potensi yang belum dimanfaatkan di sela-sela tanaman sawit saya," ungkap Rahmat kepada bgnnews.co.id, Senin (3/3/2025)
Dengan memanfaatkan ruang yang ada diantara pohon kelapa sawit, Rahmat berhasil menciptakan sistem tumpang sari yang menguntungkan.
Rahmat memanfaatkan lahan sawit seluas 2 hektar yang telah berumur 10 tahun ke atas untuk ditanami pisang di sela-selanya. Sementara itu, di lahan sawit lainnya seluas 1 hektar yang usia sawitnya sekitar 3 tahun, ia tanami semangka sebagai tanaman tumpang sari.
"Semangka dan pisang memiliki permintaan pasar lokal yang kuat. Ketika harga sawit turun, dua komoditas ini membantu ekonomi keluarga tetap stabil," tambahnya.
Inovasi yang dilakukan Rahmat tidak hanya memberikan tambahan penghasilan yang signifikan, tetapi juga menawarkan solusi atas fluktuasi harga kelapa sawit yang sering tidak menentu. Pisang yang ia tanam mulai berbuah setelah 8-10 bulan, sementara semangka dapat dipanen dalam waktu 60-90 hari, memberikan aliran pendapatan yang lebih stabil dan teratur.
"Awalnya banyak yang meragukan metode ini, tapi sekarang hasilnya bisa dilihat langsung. Semangka saya selalu laku di pasar lokal karena rasanya manis dan ukurannya besar," jelas Rahmat.
Keberhasilan Rahmat kini menjadi inspirasi bagi petani lain di sekitar Tapung. Beberapa tetangganya sudah mulai tertarik dengan metode tumpang sari yang ia terapkan, menjadikan inovasinya sebagai model pertanian terpadu yang menjanjikan di Kabupaten Kampar. (ade/bgn)