Bojonegoro, BGNNEWS.CO.ID - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut implementasi biodiesel 50 persen (B50) akan dilaksanakan sesuai dengan rencana yakni pada 2026.
''Dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah berencana untuk mengalihkan ekspor CPO sebesar 5,3 juta ton untuk program B50, dari 26 juta ton CPO yang diekspor oleh Indonesia berdasarkan data 2024. Dan saat ini pihaknya masih melakukan evaluasi B40 yang sedang berjalan,'' kata Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, hari ini.
Menurutnya, hal tersebut baru bisa dilakukan setelah mempertimbangkan kesiapan dari suplai minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) serta Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BBN).
Yuliot mengatakan, bahwa yang menjadi tantangan terbesar dari percepatan implementasi B50 adalah suplai bahan bakar nabati, khususnya Fatty Acid Methyl Ester (FAME).
''Jadi ini kan kapasitas BUBBN-nya ini kan juga terbatas. Jadi ya kita juga berusaha untuk meningkatkan produksi FAME-nya. Jadi kan harus inline antara fame dengan program B50, kalau dimungkinkan dipercepat, ya kami akan lakukan percepatan untuk implementasi B50,'' imbuhnya.
Sementara Menteri Pertanian, Amran Sulaiman mengatakan, harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) di pasar dunia akan naik saat Indonesia mengimplementasikan B50.
''Kami ekspor tahun lalu 26 juta ton (CPO). Kalau kami cabut 5 juta ton, berarti tinggal 21 juta ton. Harganya naik apa turun? Ya, naik,'' ucap Amran di Jakarta, Jumat (30/5).
B50 merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran 50 persen biodiesel dan 50 persen solar konvensional. Untuk memproduksi B50, Amran mengatakan pemerintah membutuhkan 5,3 juta ton CPO.
Mengingat CPO Indonesia menguasai sekitar 65,94 persen CPO dunia, Amran meyakini penarikan 5,3 juta ton CPO Indonesia akan menyebabkan naiknya harga CPO di pasar dunia. (jdi/antara)