Untuk Ketahanan Pangan, Kemenperin Kaji TKKS hingga Sekam Padi Dijadikan Opsi Bahan Baku Bioetanol

Untuk Ketahanan Pangan, Kemenperin Kaji TKKS hingga Sekam Padi Dijadikan Opsi Bahan Baku Bioetanol
Tandan kosong kelapa sawit yang dikaji untuk dijadikan bahan baku bioetanol.

Jakarta, BGNNEWS.CO.ID - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan komitmennya untuk memperkuat pengembangan energi terbarukan bioetanol tanpa mengganggu ketahanan pangan nasional. Diantaranya mengusulkan tiga opsi bahan baku bioetanol yang aman bagi ketahanan pangan yakni tandan kosong kelapa sawit (TKKS), campuran tebu, serta sekam padi.

Demikian dikatakan Kepala Pusat Industri Hijau (PIH) Kemenperin, Apit Pria Nugraha yang dihubungi wartawan, Jumat (5/12/2025). Dijelaskan, khusus untuk sawit, tandan kosong kelapa sawit dinilai memiliki potensi besar sebagai bahan baku bioetanol setelah melalui proses ekstraksi glukosa. 

Teknologi ini dikembangkan melalui kolaborasi Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Agro (BBSPJIA) dengan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). Pengembangan ini juga didukung oleh PT Rekayasa Industri dan Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai mitra strategis dalam penguatan riset energi terbarukan.

Apit menggarisbawahi bahwa tantangan utama pemanfaatan bahan baku bioetanol dari TKKS adalah nilai keekonomiannya. Terdapat dua opsi yang sedang dikaji yaitu mengirimkan tandan sawit ke central processing atau mendekatkan lokasi TKKS ke fasilitas pemrosesan.

''Kalau saya, mendingan deketin tandan sawitnya supaya nanti kalau sudah jadi bioetanol, nilai tambahnya bisa lebih tinggi. Itu contoh opsinya,'' kata Apit.

Selain TKKS, Kemenperin juga menyoroti potensi campuran tebu dan sekam padi sebagai alternatif bahan baku yang tidak beririsan dengan kebutuhan pangan masyarakat.

:'Itu opsi-opsinya yang tidak bertentangan dengan ketahanan pangan. Itu yang kami pilih, memang tidak mudah,'' tambahnya.

Sejalan dengan inisiatif Kemenperin, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan penerapan mandatori bioetanol 10 persen (E10) dapat dimulai pada 2028 atau lebih cepat. Program ini bertujuan mengurangi tekanan impor bensin yang masih tinggi.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi menjelaskan, bahwa bioetanol akan menjadi instrumen penting dalam menekan ketergantungan impor BBM.

Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa pada 2024 Indonesia masih mengimpor 330 juta barel minyak, terdiri atas 128 juta barel minyak mentah dan 202 juta barel BBM. Sementara itu, produksi minyak nasional hanya mencapai 212 juta barel.

Kolaborasi lintas kementerian serta dukungan industri dinilai menjadi kunci percepatan implementasi bioetanol di Indonesia. Upaya ini juga sejalan dengan agenda besar pemerintah dalam transisi menuju energi bersih, peningkatan nilai tambah komoditas perkebunan, serta pengurangan emisi karbon. (jdi/mdi)

Berita Lainnya

Index