Pemilihan DPRD Bareng Pilkada

MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah

MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah
Gedung Mahkamah Konstitusi (Kompas.com/Antara/Hafidz Mubarak A)

Jakarta, BGNNews.co.id - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah mulai 2029. Artinya, pemilu nasional hanya untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wapres.

Sedangkan, pemilihan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota (kab/kota) dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (pilkada).

Hal tersebut tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (PMK) No. 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Wakil Ketua MK Saldi Isra menyampaikan, MK mempertimbangkan pembentuk undang-undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak PMK No. 55/PUU-XVII/2019.

Lanjutnya, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua UU yang terkait dengan pemilu.

"Dengan pendirian tersebut, penting bagi MK untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilu, termasuk pemilihan Gubernur/Wagub, Bupati/Wabup, dan Walikota/Wawako yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional," ujar Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Waktu Pencoblosan
Di samping itu, Saldi menjelaskan, MK tidak bisa menentukan secara spesifik waktu pelaksanaan pemilu nasional dengan daerah. Namun, MK mengusulkan pilkada dan pileg DPRD dapat digelar paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wapres.

Persoalan Daerah Tenggelam 
MK dalam pertimbangannya juga menjelaskan, persoalan daerah cenderung tenggelam jika pemilu DPRD provinsi dan kab/kota digabung dengan pemilu nasional yang memilih DPR, DPD, dan Presiden/Wapres.

Hal ini disebabkan oleh partai politik, kontestaan, hingga pemilih yang lebih fokus terhadap pemilihan DPR, DPD, dan Presiden/Wapres.

Pemilih Tidak Fokus 
Sedangkan dari sisi pemilih, MK menilai waktu pelaksanaan pemilu nasional dan daerah yang berdekatan, berpotensi membuat masyarakat jenuh dan tidak fokus.

Hal ini disebabkan oleh pemilih yang harus mencoblos lima jenis kertas suara dalam satu waktu, mulai dari Presiden/Wapres, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota.

"Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dan pada saat yang bersamaan waktu yang tersedia untuk mencoblos menjadi sangat terbatas. Kondisi ini, disadari atau tidak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilu," ujar Saldi

Dalam amar putusannya, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

MK juga menyatakan Pasal 3 ayat (1) UU No. 8/2015 tentang Perubahan Atas UU No. 1/2015 tentang Penetapan Perpu No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Sebagai informasi, pemohon dalam perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 adalah Perludem yang mengujikan Pasal 1 ayat (1), Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu, dan Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada. (rgr/kompas.com)

Berita Lainnya

Index