PEKANBARU, BGNNEWS.CO.ID - Sejak program bantuan dana peremajaan kebun sawit (Replanting) diluncurkan pada 2016, sudah sekitar 70.000 hektare lahan yang mendapat bantuan.
Hal ini menunjukkan kemajuan signifikan dalam upaya peremajaan kebun sawit.
Sementara untuk peremajaan (replanting) kelapa sawit di Riau saat ini, memasuki fase kritis dengan 134.000 hektare lahan plasma yang ditanam pada periode 1981-1992 membutuhkan peremajaan secara bersamaan.
Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR (ASPEKPIR) Setiyono, Minggu (2/2/2025) menjelaskan, pemerintah telah menyederhanakan persyaratan pengajuan dana replanting dari semula 14 item menjadi hanya 2 item untuk mempermudah akses petani. Dua item itu, legalitas kebun dan legalitas lahan.
"Persyaratan tidak lagi rumit seperti dulu. Yang terpenting adalah kelembagaan petani dapat membantu anggotanya memenuhi persyaratan melalui pelatihan yang diberikan," ujarnya.
Meski demikian, tantangan utama yang dihadapi petani adalah kelangsungan hidup selama masa tunggu replanting yang mencapai 3 tahun.
Selama periode ini, petani kehilangan sumber penghasilan utama mereka.
"Kami terus melakukan sosialisasi agar petani dapat mempersiapkan diri menghadapi masa peralihan ini," tambahnya.
Produktivitas kebun sawit yang sudah memasuki masa replanting juga mengalami penurunan signifikan, yang berdampak pada pendapatan petani.
Untuk itu, percepatan program replanting menjadi prioritas untuk menjamin keberlanjutan industri sawit dan kesejahteraan petani di Riau.
"Kami mengajak seluruh stakeholder untuk bersama-sama mendukung program ini. Dengan prosedur yang lebih sederhana, diharapkan lebih banyak petani yang dapat mengakses dana bantuan replanting," pungkasnya. (ade/bgn)