Soal Tarif Ekspor Sawit Dinaikan, Pemerintah jangan Hanya Kejar Fiskal

Selasa, 20 Mei 2025 | 08:15:39 WIB
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia (CORE Indonesia), Dr Mohammad Faisal (foto istimewa)

Jakarta, BGNEWS.CO.ID - Di tengah tekanan global dan domestik yang masih membayangi industri sawit, keputusan pemerintah menaikkan pungutan ekspor (PE) minyak kelapa sawit mentah (CPO) dari 7,5% menjadi 10% menuai sorotan.  

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia (CORE Indonesia), Dr Mohammad Faisal menyebutkan, kebijakan ini dinilai datang di waktu yang tidak tepat dan berisiko memperburuk kondisi sektor padat karya.

Sebab, saat ini industri sawit nasional tengah berada dalam situasi sulit. Selain tertekan oleh tensi perang dagang, permintaan ekspor CPO juga berisiko turun akibat pengenaan tarif oleh negara mitra dagang serta peralihan ke minyak nabati lain. Di sisi lain, industri juga dihadapkan pada kewajiban pemenuhan pasar domestik melalui kebijakan Domestic Market Obligation (DMO).

Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa hingga 23 April 2025, jumlah korban pemutusan hubungan kerja (PHK) telah mencapai 24.036 orang. Angka ini setara sepertiga dari total PHK sepanjang 2024 yang mencapai 77.965 kasus, dan berpotensi terus meningkat bila tekanan terhadap sektor industri berlanjut.

Salah satu risiko besar yang dikhawatirkan adalah penurunan ekspor ke Amerika Serikat. Presiden AS Donald Trump dikabarkan tengah mempertimbangkan penerapan tarif timbal balik terhadap Indonesia. AS sendiri merupakan negara tujuan ekspor CPO terbesar keempat bagi Indonesia, sehingga jika kebijakan tersebut diberlakukan, dampaknya terhadap permintaan CPO bisa sangat signifikan.

“Kalau tarif resiprokal diberlakukan, sudah pasti permintaan dari AS akan turun tajam,” kata Faisal.

Faisal juga menyoroti alasan pemerintah menaikkan PE CPO, yakni untuk menambah penerimaan negara yang sempat tertekan. Data APBN menunjukkan defisit mencapai Rp104,2 triliun pada Maret 2025 atau setara 0,43% dari PDB—angka yang melebar dibanding Januari dan Februari.

Meski begitu, ia menilai upaya menambal defisit anggaran seharusnya mempertimbangkan kemampuan industri yang menjadi sasaran kebijakan fiskal. (jdi/sawitindonesia)

Terkini

DPRD Riau Minta Manejemen PT SSL Kooperatif

Jumat, 12 September 2025 | 13:42:30 WIB

66 Pejabat Kampar Resmi Dilantik Bupati, Ini Daftar Namanya

Jumat, 12 September 2025 | 12:06:45 WIB

Anggota Legislator Asal Riau Siap Wujudkan DIR

Jumat, 12 September 2025 | 08:34:31 WIB