Mau Jadi Pemain Utama Dalam Industri Sawit, Ini Saran DMSI

Sabtu, 17 Mei 2025 | 07:32:52 WIB
Ilustrasi pabrik perkebunan kelapa sawit. (Foto istimewa)

Jakarta, BGNNEWS.CO.ID – Mau menjadi salah satu pemain utama dalam komoditas industri sawit, maka Indonesia harus menyelesaikan kendala yang ada saat ini.

''Ada empat kendala dalam industry kelapa sawit Indonesia,'' kata Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Sahat Sinaga dalam paparannya di acara Palm Oil Expo (Palmex) Indonesia 2025 kemarin,  

Pertama, rendahnya produktivitas perkebunan sawit, di mana pada 2024 lalu, produksi kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan minyak inti sawit (palm kernel oil/PKO) nasional mencapai 52,76 juta ton. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan 2023 yang mencapai 54,84 juta ton.

Secara lebih rinci, lebih dari 42% perkebunan kelapa sawit di Indonesia dikelola oleh petani kecil yang mata pencahariannya bergantung pada industri ini dan saat ini memiliki produktivitas rendah, yakni sekitar 9,3 ton tandan buah segar TBS/ha/tahun, dengan Tingkat Ekstraksi Minyak (oil extraction rate/OER) sebesar 16,3%.

Sedangkan perkebunan skala besar menghasilkan TBS pada tingkat produktivitas relatif sedang, dengan rata-rata mencapai 20,2 ton TBS/ha/tahun, dengan OER sebesar 22,4%.

Kedua, kurangnya kesadaran di kalangan petani kecil. Menurutnya, banyak petani kecil yang tidak menyadari bahwa tanaman mereka sedang tidak dalam kondisi baik.

''Petani kecil tidak mengetahui apakah tanaman mereka sedang terkena virus atau jamur, jika hal ini berlanjut, maka produktivitas mereka akan turun terus,'' tambah Sahat.

Ketiga, yakni pengabaian pertanian regeneratif, di mana para petani tidak menyadari pentingnya hal ini, sehingga menyebabkan degradasi lahan yang sering terjadi.

''Petani masih abai terhadap pentingnya pertanian regeneratif dan mereka hanya terfokus pada penggunaan pupuk Kimia,'' jelasnya.

Selain itu, hilangnya nilai gizi pada minyak sawit juga menjadi salah satu kendala dalam industri kelapa sawit di Indonesia hingga kini

''Pengolahan TBS menjadi CPO menggunakan “proses basah” yang secara signifikan mengurangi kandungan fitonutrien dalam minyak. Sementara di sisi lain, masih banyak masyarakat Indonesia yang menderita gizi buruk dan stunting,'' ujar Sahat.

Kendala Keempat menurut Sahat, kurangnya insentif untuk pengembangan industri hilir dan biaya pengiriman yang cukup tinggi ke pasar global. (jdi/sawitindonesia)

Terkini

DPRD Riau Minta Manejemen PT SSL Kooperatif

Jumat, 12 September 2025 | 13:42:30 WIB

66 Pejabat Kampar Resmi Dilantik Bupati, Ini Daftar Namanya

Jumat, 12 September 2025 | 12:06:45 WIB

Anggota Legislator Asal Riau Siap Wujudkan DIR

Jumat, 12 September 2025 | 08:34:31 WIB