Limbah Cair Sawit Bisa Dijadikan Pupuk Organik Cair

Kamis, 06 Februari 2025 | 13:59:25 WIB
Salah satu pembicara, Dra Harni Sulistyowati (Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Muda, Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia) saat menyampaikan paparan. (Foto Istimewa)

BOGOR, BGNNEWS.CO.ID - Focus Group Discussion (FGD) menggelar seminar dengan tema ‘Penyempurnaan Kebijakan Peraturan Pengolahan/Pemanfaatan LCPKS secara Optimal dan Berkelanjutan’ yang diadakan, Rabu kemarin di Bogor.

Dalam seminar ini poin penting dibahas tentang  perlunya perubahan paradigma dari anggapan LCPKS (Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit) sebagai limbah berbahaya menjadi sumber daya yang memiliki banyak manfaat ekonomi. 

FGD ini menghadirkan pembicara kunci Firdaus Alim Damopolii ST  MM (Direktur Perlindungan dan Pengendalian Mutu Air, Kementerian Lingkungan Hidup RI) mewakili Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Pada sesi diskusi dipandu oleh Prof Dr Ir Yanto Santosa, DEA (Ketua Dewan Pakar PUSAKA KALAM) dan menghadirkan Dr Ir Basuki Sumawinata, M.Agr (Peneliti PUSAKA KALAM), serta Prof Dr Ir Erliza Hambali MSi (Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian IPB University) yang memberikan materi sekaligus membahas mengenai Pengelolaan dan Pemanfaatan LCPKS secara Optimal dan Berkelanjutan.

Kemudian Dr Sadino SH MH (Pakar Hukum Kehutanan Universitas Al Azhar Indonesia) dan Dra Harni Sulistyowati (Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Muda, Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia) akan membahas mengenai Konsep Penyempurnaan/Penyesuaian Permen LHK RI No. 5 Tahun 2021.

Dengan penerapan teknologi yang tepat, LCPKS dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair yang sangat kaya akan unsur hara dan sumber energi terbarukan, sekaligus berperan dalam pengurangan emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, pilihan terbaik dari mekanisme pengolahan LCPKS yang manapun “Land Application/LA” tetap menjadi suatu “keharusan”.

Namun untuk implementasi pilihan tersebut terkendala oleh hambatan regulasi sebagai akibat pencabutan Kepmen LH Nomor 28/2003 dimana regulasi yang menggantikannya (yang mengatur pemanfaatan LCPKS, baku mutu, dan aspek terkait lainnya) dinilai masih memiliki berbagai kelemahan. bgn/majalahsawitindonesia

 

 

Terkini