Benih Siap Salur, Perkebunan Sawit Bisa Sampai 30 Tahun

Kamis, 06 Februari 2025 | 10:45:34 WIB
Suasana acara 2nd International Symposium Ganoderma Conference and Exhibition. (Foto Istimewa)

BANDUNG,BGNNEWS.CO.ID - Ganoderma dari jaman dulu sampai sekarang ternyata masih merupakan penyakit yang sangat menakutkan. Hal ini disampaikan oleh Direktur Perbenihan Perkebunan, Ebi Rulianti, SP, M.Sc dalam acara 2nd International Symposium Ganoderma Conference and Exhibition (ISGANO) 2025.

“Dari zaman saya kuliah dulu sudah dinyatakan betapa berbahanya Ganoderma pada kelapa sawit tetapi sekarang ketika saya sudah jadi Direktur Perbenihan Perkebunan situasinya masih sama,” kata Ebi saat membuka 2nd ISGANO 2025. Acara yang membahas tentang Ganoderma dan Elaeidobius Kamerunicus ini diselenggarakan Media Perkebunan dan Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia (P3PI) di Bandung, hari ini.

Salah satu upaya untuk mengatasinya saat ini sudah dilepas 10 varietas benih kelapa sawit tahan moderat Ganoderma. Harga kecambah dan benih siap salur moderat tahan Ganoderma ini relatif lebih tinggi sehingga perlu sosialisasi bagi petani yang lahannya merupakan daerah endemis Ganoderma untuk menggunakannya.

“Harga benih siap salur Rp60.000/batang , petani membayangkan mahal sekali. Padahal dengan benih ini tanaman kebunnya bisa bertahan sampai 30 tahun tentu tidak mahal, apalagi kalau menggunakan benih non moderat tahan ganoderma dan terkena maka akan rugi karena siklus hiduonya menjadi lebih pendek,” kata Ebi lagi.

Dirjenbun mendorong supaya pemulia terus berinovasi menghasilkan lebih banyak benih sawit yang tahan Ganoderma. Inisiatif Dirjen Perkebunan adalah penelitian untuk eksplorasi sumber daya genetik dari Tanzania yang dibiayai oleh BPDPKS. Beberapa ratus aksesi sudah siap masuk , saat ini sedang dalam proses karantina. Diperkirakan Maret sudah bisa masuk dan menjadi sumber bagi pemuliaan untuk menghasikan benih sawit yang lebih tahan Ganoderma.

Kelapa sawit di Tanzania ada yang sudah 40 tahun tetapi produktivitasnya masih tinggi. Dirjenbun juga melakukan inisiatif penelitian dengan biaya BPDPKS untuk membawa serangga penyerbuk baru karena yang ada sekarang yaitu Elaeidobius kamerunicus kinerjanya dianggap sudah menurun. Saat ini sedang proses izin Menteri Pertanian untuk bisa masuk. bgn/mediaperkebunan

 

Terkini