Petani Sawit Dilatih untuk Hadapi Tantangan Perubahan Iklim

Petani Sawit Dilatih untuk Hadapi Tantangan Perubahan Iklim
Nara sumber pelatihan sawit foto bersama. (foto istimewa)

Makassar, BGNNEWS.CO.ID - Pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) terus melakukan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) petani sawit. Tujuannya untuk membekali petani dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi tantangan teknis dan non-teknis di sektor perkebunan sawit.

Pelatihan kali ini BPDP bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) Kementerian Pertanian, dan Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta (AKPY) sebagai mitra pelaksana. Pelatihan ini diikuti oleh 210 petani sawit dari Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Sulsel), dan dilaksanakan selama lima hari (4–9 Juli 2025) di salah satu hotel ternama di Makassar.

Kali ini, terdapat dua jenis pelatihan yang dilaksanakan AKPY yaitu Teknis Budidaya Kelapa Sawit (3 kelas) dan Panen & Pascapanen (4 kelas). 

Direktur AKPY, Dr Sri Gunawan SP MP menyampaikan, bahwa pelatihan ini untuk membekali pengetahuan dan keterampilan petani sawit. Mengingat kelapa sawit merupakan komoditas yang diperlukan masyarakat dunia, petani sawit selaku pelaku usaha di sektor sawit harus memahami dan mampu menghadapi berbagai tantangan, baik teknis maupun non teknis.

''Tantangan teknis seperti perubahan iklim sehingga petani sawit harus bisa memitigasi dalam menghadapi perubahan iklim. Selain itu, terkait dengan bibit sawit tidak unggul (tidak bersertifikat), masalah pupuk yang sulit dicari dan harga yang tidak terjangkau. Terkadang membeli pupuk palsu. Sedangkan non teknis, harus menghadapi black campaign (kampanye hitam) dari luar negeri, sedangkan tantangan di dalam negeri, berkaitan legalitas lahan dan tumpang tindih lahan. Ini semua menjadi tantangan yang dihadapi petani sawit di Indonesia,'' ujarnya.

Tantangan-tantangan tersebut harus bisa dihadapi petani sawit di Indonesia. Hal tersebut bertujuan agar perkebunan sawit, yang salah satunya dikelola oleh rakyat (petani), tetap bisa mempertahankan komoditas yang dibutuhkan dunia sebagai penghasil minyak nabati untuk keperluan pangan dan non pangan, serta sebagai salah satu penyumbang devisa negara.

Produktivitas harus ditingkatkan

Dijelaskan Dr Sri Gunawan, salah satu dampak dari tantangan–tantangan tersebut, jika tidak bisa dan tidak mampu dihadapi petani sawit, yaitu rendahnya produktivitas. Untuk itu, pemerintah melalui BPDP dan Ditjenbun (Kementerian Pertanian) berupaya agar perkebunan sawit dapat mempertahankan dan meningkatkan produktivitasnya, terutama bagi kebun sawit rakyat, melalui kegiatan pelatihan yang diperuntukkan khusus untuk petani.

''Pemerintah melalui BPDP dan Ditjenbun memiliki komitmen yang besar dalam meningkatkan SDM petani sawit Indonesia. Bagi pelaku usaha perkebunan sawit (petani sawit) ditingkatkan SDM-nya melalui pelatihan (teknis dan non teknis), sedangkan untuk anak-anak petani sawit ditingkatkan SDM-nya melalui pendidikan (program beasiswa SDM sawit),'' jelasnya.

Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Luwu Utara, Arifuddin menambahkan, bahwa produktivitas perkebunan sawit rakyat di Luwu Utara masih rendah, rata-rata 3 ton CPO/ha/th. Kondisi ini ada hubungannya dengan rendahnya SDM petani karena rata-rata tidak memiliki pemahaman praktik budidaya sawit yang baik.

“Maka melalui kegiatan pelatihan petani sawit (program pengembangan SDM PKS), dapat menambah pemahaman budidaya dan panen & pascapanen agar dapat mendongkrak peningkatan produktivitas perkebunan sawit rakyat di Luwu Utara, dengan praktik budidaya sawit yang baik dan benar sesuai dengan standar Good Agriculture Practices (GAP),” ucapnya.

Kepala Pengawas Mutu Hasil Pertanian Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan, Syarifudin Sideng SP MP menegaskan, bahwa produktivitas kebun sawit rakyat di Sumsel harus bisa ditingkatkan untuk mendukung program hilirisasi.

“Di antaranya melalui pelatihan yang diikuti petani sawit agar mampu menghadapi tantangan klasik seperti kurangnya pemeliharaan dan bibit sawit tidak unggul (asalan), serangan hama dan penyakit. Serta tantangan dari luar yang terbaru, dengan adanya pelarangan ekspor produk dari Indonesia ke Eropa, termasuk produk minyak sawit yang dicurigai hasil dari menanam di kawasan hutan,” tegasnya. (jdi/swi)

 

 

Berita Lainnya

Index