Aceh, BGNNEWS.CO.ID - Puluhan petani berasal dari dua kabupaten yang menjadi sentra perkebunan kelapa sawit di Provinsi Aceh, yaitu Aceh Tamiang (58 orang) dan Aceh Timur (30 orang) ikuti Pelatihan Teknis Budidaya Kelapa Sawit Angkatan I, II, dan XIII Tahun 2025 yang digelar oleh IPB Training.
Pelatihan ini dibuka Kepala Bidang Penyuluhan dan Pengembangan SDM, Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi Aceh, Mukhlis SP, MA.
Menurutnya, pelatihan ini bagian dari program pengembangan sumber daya manusia perkebunan kelapa sawit (SDM-PKS) dan didukung penuh oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) bersama Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) Kementerian Pertanian (Kementan). Para petani sawit mengikuti pelatihan selama lima hari dan akan diajarkan ilmu ''Tujuh Tas''.
Turut hadir dan memberikan sambutan adalah Dr M Apuk Ismane yang mewakili Idha Widi Arsanti selaku Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian.
Hadir pula tim dari Dinas Pertanian Aceh Timur dan Aceh Tamiang, serta para narasumber dari IPB Training seperti Dr. Budi Nugroho, Ir Sri Hermawan, dan Ir Fajar Wahyudi MBA.
Adapun yang menyampaikan ilmu “Tujuh Tas” itu adalah Dr Ir Hariyadi MS selaku tim pengajar IPB Training, dan 88 petani sawit itu diharuskan membawa pulang dan menerapkannya ketika sudah kembali ke daerah masing-masing.
''Perlu diketahui bahwa ilmu “Tujuh Tas” ini, kalau dipraktikkan dengan benar, bisa meningkatkan SDM PKS seperti dicanangkan pemerintah yang berkeinginan terciptanya menciptakan petani sawit yang lebih profesional, adaptif, dan mampu mengelola kebunnya sesuai standar teknis dan keberlanjutan industri,'' kata Hariyadi.
Lalu, apa saja ilmu “Tujuh Tas” yang digadang-gadang Hariyadi bakal mampu meningkatkan kualitas SDM PKS peserta pelatihan tersebut?
''Ilmu “Tujuh Tas” itu adalah tujuh aspek yang mampu meningkatkan kualitas SDM PKS petani sawit, yaitu tas pertama, legalitas yakni kepastian hukum atas lahan melalui dokumen resmi seperti Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB),'' ucap Hariyadi.
Tas kedua, sambungnya, adalah produktivitas, yang merupakan indikator utama keberhasilan kebun sawit.
Tas ketiga adalah kualitas, mencakup hasil panen yang memenuhi standar nasional dan internasional.
Tas keempat adalah kontinuitas, yaitu keberlangsungan dan kesinambungan produksi dalam jangka panjang; tas kelima adalah sustainabilitas, yaitu penerapan prinsip kelestarian lingkungan dan sosial.
''Tas yang keenam adalah traceabilitaa atau kemampuan menelusuri asal usul produk dari kebun sawit milik petani hingga sampai ke tangan konsumen dalam bentuk berbagai produk olahan,'' lanjut Hariyadi.
Tas yang ketujuh, adalah profitabilitas, yaitu nilai ekonomi nyata bagi petani dan kontribusi terhadap perekonomian nasional.
“Kalau Anda sekalian sebagai peserta pelatihan mampu mengelola kebun sawit dengan baik, bukan hanya satu tas yang bisa dibawa pulang, tapi tujuh,'' ucap Hariyadi dalam pelatihan itu.
Dengan memenuhi ilmu “Tujuh Tas”, dia berharap perkebunan kelapa sawit harus bisa memberikan keuntungan bagi petani, mengingat saat ini sawit menjadi komoditas penyumbang devisa terbesar nasional.
“Yaitu mencapai lebih dari Rp 600 triliun per tahun. Nilai ini jelas jauh melampaui devisa dari sektor minyak dan gas atau migas,” tegas Hariyadi. (jdi/mdp)