Riau, BGNNEWS.CO.ID - Ketua Umum Perkumpulan Petani Sawit Bumi Bertuah (PPSBB), Harmen Y, menyikapi kebijakan kenaikan tarif Pungutan Ekspor (PE) CPO dari 7,5% menjadi 10% yang akan berlaku mulai 17 Mei 2025. Menurutnya kebijakan tersebut memiliki potensi positif untuk hilirisasi, namun perlu diimbangi dengan perlindungan harga di tingkat petani.
"Kami memandang kebijakan kenaikan tarif Pungutan Ekspor CPO ini merupakan langkah strategis untuk mendorong hilirisasi industri kelapa sawit nasional," ujar Harmen kepada BGNNEWS.CO.ID, Kamis (15/5/2025).
Harmen menjelaskan, dengan adanya kenaikan pungutan ekspor bahan mentah, diharapkan akan mendorong pelaku industri untuk mengolah CPO menjadi produk turunan di dalam negeri. Hal ini berpotensi menciptakan nilai tambah dan membuka lebih banyak lapangan kerja.
Namun, PPSBB memberikan catatan penting bahwa keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada distribusi manfaatnya.
"Jika tidak diimbangi dengan mekanisme insentif dan perlindungan harga di tingkat petani, beban kenaikan pungutan ekspor ini dikhawatirkan justru akan menekan harga tandan buah segar (TBS) yang diterima petani," tegas Harmen.
Selanjutnya, Ketua Umum PPSBB ini menyoroti adanya dua sisi dari kebijakan tersebut. Di satu sisi, jika hilirisasi berhasil dan industri dalam negeri tumbuh, dalam jangka menengah hingga panjang dapat memberikan pasar yang lebih stabil bagi petani dan peluang peningkatan harga.
"Namun di sisi lain, dalam jangka pendek terdapat potensi dampak negatif, khususnya jika eksportir menekan harga beli CPO dari pabrik, yang pada akhirnya akan berdampak pada harga TBS petani," kata Harmen.
Harmen menekankan, hal ini bisa menurunkan pendapatan petani, terutama petani swadaya yang tidak memiliki kemitraan kuat dengan pabrik.
Menghadapi kebijakan baru tersebut, PPSBB mendorong pemerintah untuk mengambil tiga langkah konkret. Pertama, menyiapkan skema perlindungan harga bagi petani. Kedua, meningkatkan transparansi penentuan harga TBS. Ketiga, memperluas akses petani terhadap rantai nilai hilir, termasuk melalui koperasi atau kemitraan yang adil.
"Dengan ketiga langkah tersebut, tujuan kebijakan untuk memberikan nilai tambah di tingkat petani dapat benar-benar tercapai," pungkas Harmen.
Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 30 Tahun 2025 yang menaikkan tarif PE CPO dari 7,5% menjadi 10%. Kebijakan ini akan efektif berlaku mulai 17 Mei 2025. (Ade)