PEKANBARU, BGNNEWS.CO.ID - Saat menghadiri pertemuan dengan Komisi II DPR RI dan Kementerian Dalam Negeri pada Rabu, 30 April 2025, Gubernur Riau, Abdul Wahid menyoroti soal Dana Bagi Hasil (DBH) industri kelapa sawit.
Wahid menyatakan, bahwa sebagai provinsi penyumbang sawit terbesar di Indonesia, Riau seharusnya menerima alokasi DBH yang lebih adil.
"Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kami terus meningkat, tapi DBH justru terus menurun. Ini ironis. Riau kalah dari Kalimantan Utara dalam hal penerimaan DBH, padahal kontribusi kami di sektor sawit paling besar,'' ujar Wahid.
Gubernur menyampaikan, bahwa fenomena ini menunjukkan ketidakadilan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah penghasil. Dalam pandangannya, besarnya sumbangan Riau terhadap ekspor dan industri kelapa sawit nasional seharusnya tercermin dalam proporsi dana yang dialokasikan kembali ke daerah.
Lebih lanjut, Wahid menggarisbawahi dampak langsung dari ketidakseimbangan DBH terhadap kemampuan finansial daerah dalam mendanai program pembangunan. Beliau memaparkan tingginya kebutuhan akan infrastruktur, layanan pendidikan, dan kesehatan di kawasan produktif seperti Riau, yang memerlukan dukungan anggaran yang lebih substansial.
''Kami butuh keadilan anggaran. Jangan sampai daerah yang menghasilkan justru merasakan ketimpangan. Kalau begini terus, bagaimana kami bisa membangun daerah dengan optimal?'' kata Wahid.
Gubernur Riau mengajukan permintaan kepada pemerintah pusat untuk melakukan evaluasi terhadap rumus pembagian DBH, khususnya dari sektor sumber daya alam seperti sawit. Ia juga memohon dukungan DPR RI untuk memperjuangkan aspirasi daerah sehingga kebijakan fiskal nasional dapat lebih mengakomodasi daerah-daerah yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara.
Pernyataan Gubernur Riau ini semakin mempertegas tekanan terhadap pemerintah pusat di tengah maraknya kritik dari berbagai daerah penghasil terkait mekanisme distribusi DBH yang dinilai belum merefleksikan prinsip keadilan dan proporsionalitas. (ade)