RIAU,BGNNEWS.CO.ID - Fluktuasi harga kelapa yang terus terjadi di Provinsi Riau mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) untuk mengambil langkah konkret dengan mengirimkan surat kepada Menteri Pertanian (Mentan) meminta standarisasi harga komoditas tersebut.
Kabid Pengolahan dan Pemasaran Disbun Riau, Dr. Defris Hatmaja mengungkapkan, bahwa harga kelapa di tingkat petani mengalami fluktuasi signifikan dalam dua tahun terakhir.
''Sedangkan harga tertinggi di tingkat petani pada periode ini terjadi pada Desember 2024 yaitu sebesar Rp4.771 per butir,'' kata Dr. Defris Hatmaja, Rabu (23/4/2025).
Data SIPASBUN (Sistem Informasi Pasar Produk Perkebunan Unggulan) Kementerian Pertanian mencatat harga terendah terjadi pada Januari 2023 sebesar Rp2.429 per butir. Kemudian pada awal 2025, harga melonjak hingga Rp7.000-10.000 per butir karena terbukanya pasar ekspor, namun kembali turun pada Maret 2025.
"Namun pada Maret 2025 turun menjadi Rp5.000 per butir akibat adanya isu pembatasan penjualan ekspor kelapa rakyat ke luar negeri," ungkapnya.
Sebagai daerah dengan perkebunan kelapa rakyat terluas di Indonesia, Riau sangat berkepentingan dengan adanya regulasi harga yang jelas dan berkeadilan.
"Sebagai provinsi dengan areal kebun kelapa rakyat terluas se Indonesia yaitu 473.592 ha, maka Provinsi Riau membutuhkan regulasi dari pemerintah pusat sebagai dasar untuk menetapkan harga pembelian kelapa rakyat," sebutnya.
Permintaan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yang menyatakan bahwa pemerintah pusat berkewajiban menciptakan kondisi harga komoditas perkebunan yang menguntungkan bagi pelaku usaha.
"Dapat kami informasikan bahwa sampai saat ini, komoditas Perkebunan yang telah ditetapkan harga pembeliannya oleh pemerintah terbatas pada penetapan harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit sebagaimana diatur dalam Permentan Nomor 13 Tahun 2024," sebutnya.
Di sisi lain, penurunan produksi juga menjadi faktor yang memengaruhi kondisi harga saat ini. Beberapa penyebabnya meliputi faktor alamiah, cuaca, dan usia tanaman yang sudah menua.
"Saat ini produksi buah kelapa memang sedang menurun signifikan. Beberapa faktor nya yakni memang secara alamiah, jenis-jenis palma itu sedang mengalami masa trek," katanya.
Pemprov Riau juga mendorong adanya regulasi yang mengatur penetapan harga untuk komoditas perkebunan lainnya seperti karet, sagu, dan kopi.
"Untuk itu kami memohon dilakukan pembaharuan dan penerbitan regulasi tentang penetapan harga pembelian kelapa rakyat sebagai dasar pemerintah daerah dalam menetapkan harga pembelian kelapa rakyat guna meminimalisir permainan harga dan gejolak sosial di tengah masyarakat yang terjadi saat ini," pungkasnya. (Ade)