3rd TPOMI 2025, Ir Posma Sinurat Soroti Industri Sawit Indonesia Hadapi Kebijakan Tarif Impor 32 Persen AS

Selasa, 08 Juli 2025 | 15:44:05 WIB
Ketua Bidang Pabrik Kelapa Sawit Perkumpulan Profesi Pasca Panen Indonesia (P3PI), Ir Posma Sinurat MT saat berikan pemaparan. (foto istimewa)

Bandung, BGNNEWS.CO.ID - Ketua Bidang Pabrik Kelapa Sawit Perkumpulan Profesi Pasca Panen Indonesia (P3PI), Ir Posma Sinurat MT soroti industri kelapa sawit Indonesia yang dihadapkan pada tantangan besar menyusul keputusan Amerika Serikat menetapkan tarif impor sebesar 32% terhadap produk sawit Indonesia. 

''Keputusan tarif ini sebenarnya direncanakan berlaku mulai 9 April 2025, namun setelah negosiasi selama tiga bulan, resmi diputuskan akan diterapkan per 9 Juli 2025,'' kata Posma dalam acara 3rd Technology & Talent Palm Oil Mill Indonesia (TPOMI) 2025 di Bandung, Selasa (8/7/2025).

Menurutnya, sebagai bagian dari diplomasi ekonomi, Indonesia merespons dengan rencana penandatanganan kesepakatan perdagangan senilai USD 34 miliar (setara Rp544 triliun), termasuk peningkatan impor produk-produk AS seperti gandum, Boeing, hingga investasi di sektor energi dan pertanian.

Sayangnya, beban ekspor Indonesia dinilai jauh lebih berat dibandingkan Malaysia. Berdasarkan data, beban ekspor CPO Indonesia terdiri dari tiga komponen utama: pungutan DMO, pungutan ekspor, dan bea keluar, dengan total biaya mencapai USD 221 per MT, sementara Malaysia hanya USD 140 per MT. Kondisi ini semakin menekan daya saing CPO Indonesia di pasar global.

Menanggapi kondisi ini, Posma menekankan tiga fokus utama yang harus segera dilakukan oleh pabrik kelapa sawit untuk tetap bertahan dan efisien saat timbulnya The Trump Effect:

1. Cost Management yang Ketat

Pabrik harus melakukan efisiensi secara menyeluruh, dengan memprioritaskan pengeluaran pada kegiatan yang benar-benar mendukung produktivitas.

“Identifikasi titik-titik pemborosan, terutama di stasiun utama seperti klarifikasi dan kernel, maupun stasiun pendukung seperti boiler, engine room, dan WTP. Efisiensi bahan bakar, listrik, air, dan steam harus menjadi fokus harian,” tegas Posma.

2. Pengawasan Visual Ketat

Pengawasan di lapangan harus dilakukan secara visual dan sistematis. Parameter throughput , losses , kualitas, dan biaya harus dipantau terus-menerus.

“Pengawasan bukan sekadar administrasi di meja, tetapi kehadiran fisik dan keterlibatan aktif di setiap lini produksi,” ujarnya.

3. Focused Training melalui 4M: Men, Machine, Method, Material

Posma menekankan pendekatan pelatihan terarah melalui 4 elemen penting: 

Men (SDM):

SDM harus memiliki attitude, knowledge, skill, dan desire. Baik karyawan pelaksana maupun manajer perlu mampu memimpin diri sendiri dan timnya.

“Manusia adalah fondasi semua proses produksi. Tanpa SDM yang unggul, teknologi tidak akan berarti apa-apa,” jelas Posma.

Machine (Mesin):

Perawatan mesin harus terencana, bukan reaktif. Planned maintenance akan mengurangi kerugian akibat kerusakan tak terduga.

“Kerusakan mesin bukan cuma soal biaya, tapi throughput dan kualitas juga ikut terdampak,” tambahnya.

Method (Metode):

SOP dan Instruksi Kerja harus disusun dengan baik dan dijalankan secara konsisten. Tidak cukup hanya ada di atas kertas.

Material (Bahan Baku):

Input produksi harus terjaga dari segi kualitas, kuantitas, dan stabilitas. Hal ini penting agar proses berjalan efisien dan menghasilkan output yang optimal.

“Input ? Process ? Output. Kalau tiga ini dijaga dan dimonitor, maka keberhasilan bukan lagi keberuntungan, tapi hasil kerja sistematis,” ujar Posma.(jdi/mdp)

Tags

Terkini