Jakarta, BGNNEWS.CO.ID - Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan fokus saat ini adalah meningkatkan produktivitas di lahan yang sudah ada (eksisting).
Langkah ini diambil untuk menjawab lonjakan kebutuhan minyak sawit mentah (CPO), terutama dalam rangka mendukung program biodiesel B50. Peningkatan produktivitas dianggap cukup menjanjikan untuk menutup kebutuhan tambahan.
Plt Direktur Jenderal Perkebunan, Heru Tri Widarto mengatakan, jika produktivitas naik ke 7 ton CPO per hektare, kebutuhan 7 juta ton tambahan untuk B50 bisa dipenuhi tanpa membuka hutan.
''Fokus kami bukan ekspansi lahan, melainkan memaksimalkan potensi lahan yang ada,'' ujar Heru baru-baru ini.
Ia menyebutkan, saat ini produktivitas sawit nasional masih rendah, dengan rata-rata hanya 3,6 ton per hektare per tahun. Padahal, benih unggul yang telah dilepas pemerintah berpotensi menghasilkan 7–9 ton per hektare per tahun.
Heru menyoroti lambatnya progres Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang masih terkendala verifikasi dan pelaksanaan teknis. Ia mengajak perusahaan besar untuk aktif mendorong PSR melalui kemitraan dengan petani, didukung pendanaan dari BPDP.
''Saya mengajak perusahaan untuk turun tangan langsung. Petani bisa bermitra dengan kebun inti, lalu difasilitasi pembiayaan. Ini jalan tercepat untuk memperkuat sektor hulu sawit,'' ujarnya.
Tidak hanya itu, Heru juga menekankan pentingnya riset untuk mengatasi tantangan penyakit sawit seperti Ganoderma. Ia mendorong riset-riset inovatif untuk diajukan ke BPDP demi mendapat dukungan anggaran.
Isu kemitraan kebun inti dan plasma turut menjadi sorotan. Heru menyesalkan adanya perusahaan yang melepas hubungan dengan petani setelah tahap awal pembangunan selesai.
''Sawit bukan cuma soal hasil panen. Ini soal pembangunan sosial. Kita harus pastikan masyarakat ikut maju dan sejahtera,'' katanya.
Heru juga mengajak seluruh pihak, pemerintah, pelaku usaha, hingga penyedia teknologi, untuk bersinergi membangun industri sawit yang produktif, berkelanjutan, dan inklusif. (jdi/majalah hortus)