Jakarta, BGNNEWS.CO.ID - Industri sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia menghadapi tantangan bersama. Hal ini berkaitan produksi dan produktivitas nasional. Di satu sisi, permintaan domestik terus meningkat setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan bioenergi.
''Indonesia, sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, menghadapi sebuah paradoks: produksi telah stagnan selama lima tahun terakhir,'' ujar Eddy Martono, Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) dalam High Level Dialogue on Disruptions and Future Palm Oil Industry di Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Eddy menjelaskan, bahwa stagnasi produktivitas ini terjadi karena banyak tanaman di atas umur 25 tahun. Lalu terjadi keterbatasan lahan itu sebabnya pertumbuhan tahunan rata-rata (AAGR) 0,42% antara tahun 2020-2024.
Lambatnya produktivitas nasional ini berbanding terbalik dengan konsumsi di dalam negeri. Eddy menjelaskan pada saat yang sama ternyata konsumsi domestik meningkat sekitar 7,4% yang didorong oleh pertumbuhan di sektor makanan sebesar 3,1%, oleokimia 18% yang sangat tinggi selama pandemi COVID-19 dan biodiesel 14,8%.
Pemerintah terus meningkatkan mandatori biodiesel sebesar 30% pada tahun 2020, 35% pada tahun 2024 dan 40% pada tahun 2025 (ditargetkan mencapai B50 pada tahun 2026).
“Tahun ini saja, konsumsi sawit di dalam negeri diproyeksikan sebesar 26,1 juta ton pada 2025. Tentu saja ini semakin membatasi volume ekspor,” tambahnya.
Untuk 2025, diperkirakan produksi minyak sawit Indonesia mencapai 53,6 juta ton. Sedangkan, ekspor diperkirakan turun menjadi 27,5 juta ton lebih rendah dari ekspor tahun 2024 sebesar 29,5 juta ton. (jdi/swi)